Kamis, 9 Oktober 2025

Mushola Ambruk di Sidoarjo

Luka Fisik Bisa Sembuh, Tapi Korban Ponpes Al Khoziny Bisa Berisiko Alami PTSD

Insiden ambruknya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur menyisakan duka mendalam.

Istimewa
MOBIL MERCY - Tim gabungan menemukan satu unit mobil Mercedes saat membongkar reruntuhan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Sabtu (4/10/2025) sore. Setelah berhasil dievakuasi, bangkai mobil tersebut langsung diangkut menggunakan truk milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sidoarjo dan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Insiden ambruknya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur menyisakan duka mendalam.

Terutama karena sebagian besar korban adalah anak-anak.

Baca juga: Operasi Pencarian Korban Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Resmi Ditutup, 67 Korban Meninggal Dunia

Kabar terbaru, sudah ada 61 jenazah yang ditemukan dalam kondisi utuh, sedangkan sisanya adalah tujuh bagian tubuh.

Untuk korban yang berhasil diselamatkan, nyatanya ada dampak lain yang perlu mendapat perhatian. 

Di balik luka fisik yang tampak, ada dampak psikologis yang jauh lebih kompleks dan sering kali tak terlihat oleh mata.

Psikolog Klinis Analisa Widyaningrum mengatakan, bencana seperti ini bisa memunculkan trauma berat pada anak. 

Bahkan dalam banyak kasus, trauma itu bisa berkembang menjadi gangguan stres pascatrauma atau Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

“Ada satu kekhawatiran ketika trauma terhadap disaster itu terjadi post-traumatic stress disorder atau PTSD. Nah, PTSD ini mengarah pada ketakutan berlebih sampai mengganggu aktivitas, membuat anak sulit belajar, bahkan bisa sampai tidak bisa tidur atau menggigil ketakutan,” ujar Analisa saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).


Ketakutan yang Tidak Hilang Meski Luka Telah Pulih

PTSD pada anak-anak bisa muncul dalam berbagai bentuk. 

Ada yang menjadi sangat takut ketika mendengar suara keras, ada yang menolak kembali ke tempat gelap atau tertutup.

Bahkan ada yang menolak tidur sendirian.
Reaksi ini adalah respons alami tubuh yang berusaha melindungi diri dari hal-hal yang diasosiasikan dengan peristiwa traumatis.

Analisa menegaskan, jika kondisi tersebut tidak segera ditangani, trauma dapat mengakar dan memengaruhi tumbuh kembang anak di masa depan.

“Kalau tidak tertangani dengan baik, PTSD ini akan menjadi trauma berkepanjangan. Biasanya muncul ketakutan seperti fobia terhadap ruangan gelap atau tertutup,” jelasnya.


Dampak pada Pertumbuhan Mental Anak

Trauma yang tidak diatasi bisa menghambat berbagai aspek perkembangan anak, termasuk sosial, emosional, hingga akademik. 

Anak mungkin sulit fokus, kehilangan semangat belajar, atau menarik diri dari lingkungan sosial.

Beberapa anak bahkan bisa menjadi hiperwaspada, merasa seolah bahaya bisa datang kapan saja.

“Bisa dibayangkan bagaimana perasaan anak yang setiap kali mendengar suara keras langsung ketakutan. Itu bukan sekadar takut biasa, tapi bentuk memori trauma yang terus aktif,” kata Analisa.


Tanggung Jawab Bersama

Dalam situasi pascabencana, Analisa menekankan bahwa masyarakat juga perlu memahami pentingnya memberi ruang aman bagi anak-anak korban.

Anak perlu didengar, bukan dihakimi, dipeluk, bukan ditekan untuk cepat melupakan.

“Anak mungkin tidak akan lupa kejadian itu. Tapi yang penting adalah bagaimana ia bisa mengendalikan diri ketika ketakutan muncul,” ujarnya.

Analisa berharap pemerintah dan lembaga sosial memberi perhatian lebih pada pemulihan psikologis anak-anak di lokasi bencana. 

Karena luka batin yang tak terlihat bisa berdampak jauh lebih lama daripada luka fisik yang sembuh di permukaan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved