Gaslighting Merajalela di Media Sosial: Remaja Indonesia Jadi Sasaran Empuk!
Jika dibiarkan, remaja berisiko mengalami depresi, kecemasan berlebihan, hingga trauma sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan jangka panjang mereka.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dibalik ramainya tren TikTok dan budaya humor sarkas di media sosial, muncul ancaman serius yang diam-diam menggerogoti mental remaja Indonesia yakni gaslighting digital. Fenomena manipulasi emosional ini semakin marak, namun justru semakin sulit dikenali oleh para korban.
Baca juga: Jennifer Coppen Akui Populer karena Media Sosial, Risikonya Kehilangan Privasi
Di era di mana komentar warganet lebih dipercaya daripada insting sendiri, banyak remaja tanpa sadar kehilangan harga diri, kepercayaan diri, hingga kendali atas pikiran mereka.
Psikolog Klinik Utama Kasih Ibu Sehati (KUKIS), Hafizh Mutiara Nisa, M.Psi, CHt, mengingatkan bahwa media sosial kini menjadi lahan subur bagi praktik gaslighting yang semakin tersamarkan.
“Remaja belum punya filter yang matang untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Apa yang mereka lihat di media sosial sering kali langsung mereka internalisasi,” ujarnya dalam program Healthy Talk di YouTube Tribun Health, Minggu (23/11/2025).
Tren humor gelap, prank merendahkan, dan candaan toxic yang viral ternyata menjadi pintu masuk gaslighting yang paling sering tak disadari.
Kalimat seperti “baper amat, cuma bercanda” sering dipakai untuk menutupi tindakan manipulatif, padahal itu sendiri merupakan bentuk minimisasi emosi, ciri khas gaslighting.
Di media sosial, remaja justru makin mudah merasa bersalah, ragu, dan mempertanyakan ingatan mereka sendiri hanya karena komentar orang lain.
Dampaknya Ngeri
Gaslighting yang terjadi terus-menerus dapat mengikis kondisi psikologis remaja. Menurut Hafiz, dampaknya bisa muncul dalam bentuk hilangnya rasa keberhargaan diri, Trust issue, rasa bersalah yang berlebihan, menarik diri dari orang lain, sulit membuat keputusan serta tidak percaya pada persepsi sendiri.
Jika dibiarkan, remaja berisiko mengalami depresi, kecemasan berlebih, hingga trauma sosial yang mempengaruhi kehidupan jangka panjang mereka.
Baca juga: Alasan Aden Wong Rebut Anak yang Masih Menyusui dari Ibu Kandungnya, Amy Klaim Korban Gaslighting
Banyak remaja tidak menyadari mereka sedang menjadi korban manipulasi. Beberapa tanda yang harus diwaspadai:
1. Merasa “bukan dirinya sendiri”
2. Overthinking hingga takut melakukan kesalahan
3. Terlalu sering meminta maaf
4. Selalu merasa salah
5. Tak berani berpendapat di media sosial
6. Menghapus unggahan berulang kali
7. Sulit mempercayai ingatannya sendiri
“Korban biasanya merasa dirinya selalu sumber masalah,” jelas Hafiz.
Ketika remaja lebih memilih mencari “validasi” dari media sosial, peran keluarga menjadi kunci utama. Orang tua perlu memperhatikan perubahan perilaku seperti lebih sering menyendiri, menjadi mudah cemas, murung setelah berinteraksi online, terlihat bingung atau takut salah.
"Pendekatan ramah, tidak menghakimi, dan rutin quality time dapat membantu remaja membuka diri," ujar Hafiz.
Baca juga: Pemkot Tangerang Borong 3 Penghargaan AMH 2025, Video “Luka yang Pulih” Jadi Juara 1 Media Sosial
Agar lebih kebal terhadap gaslighting, remaja perlu membangun batasan sehat diantaranya:
1. Kenali nilai diri
2, Berani berkata “tidak”
3. Catat bukti bila merasa dimanipulasi
4. Klarifikasi sebelum mengambil kesimpulan
5. Istirahat sejenak dari konflik digital
6. Evaluasi hubungan pertemanan yang tidak sehat
"Langkah kecil ini dapat membantu remaja keluar dari lingkaran manipulasi dan mengembalikan kendali atas diri mereka," tutup Hafiz.
Ringkasan Berita:1. Kenali nilai diri2, Berani berkata “tidak”3. Catat bukti bila merasa dimanipulasi4. Klarifikasi sebelum mengambil kesimpulan5. Istirahat sejenak dari konflik digital6. Evaluasi hubungan pertemanan yang tidak sehat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.