Kamis, 6 November 2025

Lestari Moerdijat Tekankan Pentingnya Pemahaman Keluarga dalam Cegah DBD

dengue bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga masalah lingkungan dan ketahanan keluarga.

Editor: Content Writer
Dok. MPR RI
CEGAH DBD - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka Dialog Kebijakan Terkait Dengue bertema Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Ia menegaskan pentingnya pemahaman keluarga sebagai benteng pertama dalam mencegah dengue. 

Ringkasan Berita:
  • Peran keluarga dalam penanggulangan dengue
  • Seberapa besar kerugian ekonomi akibat penyakit dengue di Indonesia tiap tahunnya?
  • Ada perbedaan data kasus dengue antara Kemenkes dan BPJS Kesehatan

 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai, pemahaman anggota keluarga terkait bahaya dengue atau demam berdarah (DBD) harus menjadi benteng pertama dalam upaya penanggulangan penyakit tersebut di Indonesia.

“Dengue bukan semata soal kesehatan, melainkan persoalan nasional yang juga berkaitan dengan lingkungan dan ketahanan keluarga,” ujar Lestari saat membuka Dialog Kebijakan Terkait Dengue bertema Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Dialog yang digelar bersama MPR RI, Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, dan Forum Diskusi Denpasar 12 itu menghadirkan sejumlah narasumber dari Kemenkes, BPJS Kesehatan, WHO, dan Dinas Kesehatan Provinsi.

Menurut Lestari, atau akrab disapa Rerie, masih banyak masyarakat yang tidak menyadari ketika terinfeksi dengue, bahkan hingga terlambat mendapatkan pertolongan. Karena itu, ia menilai perlu perubahan cara pandang dalam penanggulangan dengue yang selama ini cenderung parsial.

“Setiap keluarga harus memahami tanda-tanda dengue sejak dini. Ini soal membangun kesadaran bersama agar kita bisa menekan angka kematian akibat dengue,” tegasnya.

Baca juga: Musim Hujan Tiba, Cara Pencegahan DBD pada Anak dan Dewasa Bisa Dimulai dari Rumah

Rerie juga menilai kehadiran KOBAR Lawan Dengue sangat penting karena menghimpun berbagai pihak yang berperan dalam penyusunan kebijakan pengendalian dengue. Ia optimistis target Zero Death Dengue 2030 bisa dicapai jika seluruh pihak mampu berkolaborasi secara kuat dan terarah.

“Upaya menuju nol kematian dengue pada 2030 itu bukan hal mustahil. Kuncinya ada pada kolaborasi lintas sektor dan kesadaran masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengingatkan bahwa dampak dengue bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi. Menurutnya, dengue menyebabkan kerugian hingga Rp3 triliun per tahun karena hilangnya produktivitas masyarakat.

Data Kemenkes mencatat, kasus dengue di Indonesia memang mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir—hampir 50 persen. Namun, BPJS Kesehatan justru mencatat peningkatan klaim perawatan akibat dengue, dari 624 ribu klaim pada 2023 menjadi 1,5 juta klaim pada 2024.

Ketua Umum KOBAR, Suir Syam, menyoroti adanya gap data antara Kemenkes dan BPJS, yang menandakan masih ada under reporting kasus dengue di lapangan. Ia menilai pembenahan sistem pelaporan dan integrasi data menjadi hal penting agar penanganan lebih efektif.

Selain itu, WHO, melalui Program Officer Epidemiologist-nya, Endang Widuri Wulandari, menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Menurutnya, pengendalian vektor yang terintegrasi akan berdampak luas terhadap pencegahan penyakit lainnya.

Dari sisi daerah, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, dr. Jaya Mualimin, menjelaskan pihaknya telah menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Responsif (SKDR) untuk memantau sebaran kasus dengue setiap minggu.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengingatkan pemerintah agar tidak abai terhadap ancaman dengue. “Jika pemerintah terlambat merespon, beban negara dan masyarakat akan makin besar,” ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Komite Imunisasi Nasional Prof. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan pengendalian dengue juga bisa melibatkan vaksinasi, namun perlu kajian mendalam soal prioritas dan keamanannya.

Sebagai penutup, anggota IDAI Prof. Hartono Gunardi menambahkan, anak-anak masih menjadi kelompok paling rentan terhadap dengue. “Sekitar 60 persen penderita dengue adalah anak di bawah 14 tahun,” ujarnya.

Rerie berharap dialog kebijakan ini dapat memperkuat sinergi antar-lembaga agar Indonesia bisa benar-benar menuju Zero Death Dengue pada 2030.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved