Kamis, 11 September 2025

4  Gaya Pengasuhan Anak, Mana yang Paling Ideal?

Pemahaman terhadap gaya-gaya ini penting agar orangtua dapat menyesuaikan pendekatan mereka sesuai kebutuhan perkembangan anak

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
Pexels.com
ILUSTRASI PARENTING - Setiap orang tua tentu memiliki cara tersendiri dalam membesarkan anak. Namun, secara psikologis, pola pengasuhan sebenarnya dapat diklasifikasikan ke dalam empat gaya utama. Pemahaman terhadap gaya-gaya ini penting agar orangtua dapat menyesuaikan pendekatan mereka sesuai kebutuhan perkembangan anak. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setiap orang tua tentu memiliki cara tersendiri dalam membesarkan anak. Namun, secara psikologis, pola pengasuhan sebenarnya dapat diklasifikasikan ke dalam empat gaya utama.

Pemahaman terhadap gaya-gaya ini penting agar orangtua dapat menyesuaikan pendekatan mereka sesuai kebutuhan perkembangan anak.

Hal ini disampaikan oleh Konselor Unit Layanan Psikologi dan Bimbingan Konseling (ULPBK) Sekolah Islam Al Azhar Pekalongan, Adibah Aqilah, S.Psi., dalam acara Momspiration: Menghadapi Tantangan Pengasuhan yang disiarkan langsung di kanal YouTube Tribunnews dan TribunHealth, Minggu (20/7/2025).

“Gaya pengasuhan adalah bentuk perlakuan orang tua terhadap anak, baik dalam membimbing, menetapkan batasan, hingga memberi dukungan.

Umumnya, ada empat tipe pengasuhan yang paling sering diterapkan,” jelas Adibah.
Berikut penjelasan empat gaya pengasuhan tersebut:

 1. Autoritatif (Demokratis)

Gaya ini dianggap paling ideal karena menyeimbangkan antara kehangatan dan kedisiplinan.

Orangtua bersikap tegas namun tetap membuka ruang dialog, sehingga anak merasa dihargai tanpa kehilangan arah.

“Kehangatannya tinggi, kontrolnya juga bisa diterapkan. Orang tua tegas tapi tetap memberi dukungan,” ujar Adibah.

Baca juga: Denny Sumargo Belajar Parenting Sejak Punya Anak: Ternyata Seseru Itu

2. Otoriter

Gaya ini ditandai dengan kontrol yang tinggi namun minim kehangatan.

Anak dituntut patuh tanpa diberi ruang berdiskusi.

Akibatnya, hubungan emosional menjadi kaku dan jarak antara anak dan orang tua semakin lebar.

“Aturannya kaku. Misalnya kalau sudah A, anak harus ikut A tanpa kompromi,” katanya.
 
3. Permisif

Gaya ini penuh kasih sayang, tapi hampir tanpa batasan.

Anak dibiarkan bebas tanpa kontrol yang jelas.

Akibatnya, anak berisiko tumbuh tanpa pemahaman terhadap tanggung jawab atau konsekuensi.

“Anak jadi terlalu bebas, akhirnya batasannya juga kurang,” tambahnya.
 
4. Neglectful (Abai)

Gaya ini minim kedisiplinan maupun kasih sayang.

Anak sering kali merasa diabaikan secara fisik maupun emosional.

Gaya ini umum terjadi pada orang tua yang sangat sibuk atau kurang terlibat dalam kehidupan anak.

“Anak merasa tidak diperhatikan. Ini kadang dialami oleh anak-anak yang orang tuanya terlalu sibuk,” ungkap Adibah.

Baca juga: Irish Bella Konsultasi dengan Ahli Parenting Usai Bercerai, Minta Tips Mendidik Anak 


 Tidak Ada Gaya yang Mutlak, Fleksibilitas Tetap Dibutuhkan

Meski gaya autoritatif disebut sebagai pola yang paling ideal, Adibah mengingatkan bahwa tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua situasi.

Orang tua harus fleksibel dan bisa menyesuaikan pendekatannya sesuai usia dan karakter anak.

“Keluarga itu tidak statis. Pola asuh bisa berubah tergantung situasi dan kondisi,” jelasnya.
 
Menurut Adibah, perbedaan gaya pengasuhan bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: peran gender, misalnya ayah dianggap pendisiplin, ibu sebagai sosok emosional;  nilai dan keyakinan pribadi dan pola asuh dari orang tua sebelumnya.

“Misalnya seorang ayah tumbuh dengan gaya otoriter, tanpa sadar ia bisa menerapkan hal yang sama saat menjadi orang tua,” tambahnya.

Pentingnya Komunikasi  

Perbedaan pola asuh antara pasangan sering menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga. 

Untuk itu, komunikasi menjadi kunci utama.

“Pertama-tama, samakan persepsi. Sampaikan pendapat dengan baik tanpa menyalahkan. Diskusikan secara asertif demi kebaikan anak,” ujar Adibah.

Kesepakatan pola asuh juga perlu disampaikan kepada pihak lain yang terlibat dalam pengasuhan, seperti kakek-nenek atau pengasuh, agar tidak terjadi konflik nilai di rumah.

Adibah menekankan bahwa mengasuh anak bukan sekadar tugas satu pihak, melainkan proses dinamis yang menuntut kerja sama, kesadaran, dan pembelajaran terus-menerus.

“Kalau ditarik ke satu kata kunci, jawabannya adalah komunikasi,” pungkasnya.
 
Jika Anda ingin versi artikel ini untuk kanal parenting, media sosial, atau edukasi digital (dengan infografis), saya siap bantu sesuaikan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan