Rabu, 3 September 2025

Pemilu 2024

Pakar Hukum Nilai Penanganan Dugaan Pelanggaran TSM Pemilu Wewenang Bawaslu

Menurut Andi gugatan tersebut bukanlah wewenang MK melainkan ranah dari Bawaslu sebagai pihak pengawas pemilu.

Editor: Hasanudin Aco
ist
Diskusi Forum Doktor yang digelar di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (22/2/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar hukum konstitusi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Andi Asrun menanggapi adanya upaya gugatan terhadap dugaan pelanggaran pemilu secara terstrukstur, sistematis, dan masif ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya, gugatan tersebut bukanlah wewenang MK melainkan ranah dari Bawaslu sebagai pihak pengawas pemilu.

"Jadi berkaca kepada undang-undang Pemilu dan juga jurisprudebsi Mahkamah Konstitusi, maka pemeriksaan pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang bersifat TSM bukan ranahnya Mahkamah Konstitusi, tapi seharusnya dibawa ke Bawaslu," kata Andi Asrun dalam acara diskusi Forum Doktor yang digelar di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Andi Asrun juga menyinggung keberadaan para mantan Ketua MK yang ada di masing-masing paslon penggugat, dimana paslon nomor urut 01 ada Hamdan Zoelva, dan paslon nomor urut 03 ada Mahfud MD yang keduanya sama-sama merupakan mantan Ketua MK.

Andi Asrun menilai bahwa kedua tokoh ini tentu sependapat, dimana MK tak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti gugatan soal pelanggaran pemilu TSM.

"Berkaca pada dua tokoh ini, mereka punya keyakinan bahwa pelanggaran TSM bukan tepatnya di MK, tapi Bawaslu," tutur Andi Asrun.

"Kalau seandainya dibawa ke MK maka itu adalah suatu pekerjaan sia-sia, pekerjaan mubazir dan juga artinya mereka membawa pelanggaran TSM ke MK adalah menunjukkan sikap yang inkonsisten ya, paradoks konstitusional tidak memahami hukum acara MK," tambahnya.

Baca juga: VIDEO Ganjar Minta DPR Panggil KPU dan Bawaslu Soal Dugaan Pemilu Curang

Senada dengan Andi Asrun, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Khamis juga menyebut bahwa penanganan pelanggaran atau kecurangan secara TSM itu ranahnya ada di Bawaslu, bukan MK.

Itupun, dikatakan Margarito, harus dibuktikan secara spesifik jika kecurangan atau pelanggaran yang terjadi memang benar-benar mempengaruhi hasil pemilu, bukan cuma soal selisih suara saja. 

Margarito menekankan, salah satu yang harus dibuktikan adalah adanya kesalahan penghitungan, bukan soal prosedur.

"Kecurangan-kecurangan itu lebih karena pada salah hitung misalnya begitu ya, bukan karena prosedur pelaksanaannya. Karena kalau anda mau jadikan prosedur sebagai vokal poin dalam permohonan ini itu menjadi salah. Mengapa? Karena undang undang memerintahkan soal-soal itu dibawa ke Bawaslu bukan ke Mahkamah Konstitusi itu ya," ujar Margarito.

Menurut Margarito, selama ini kubu paslon 01 maupun 03 terkecoh dengan hasil Sirekap milik KPU, dimana hal tersebut bukan jadi acuan surat suara sah hasil penghitungan pemilu.

"Saya lihat teman-teman di kubu 01 dan 03 itu terkecoh dengan memberi fokus pada Sirekap itu. Padahal sirekap bukan bukan satu-satunya bukan soal yang menjadi dasar lahirnya angka (suara) itu. Ini kan cuma alat bantu percepatan agar memberikan informasi kepada orang," ujar Margarito.

"Tapi secara hukum yang menjadi entitas adalah hasil rekapitulasi jadi mesti pastikan hasil rekapitulasi jangan pusing dengan Sirekap itu," ujarnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan