Sekeluarga Tewas Loncat dari Apartemen
Update Kasus Sekeluarga Lompat Apartemen di Jakarta: Keluarga Introvert, Anak Setahun Tak Sekolah
Anak yang turut mengakhiri hidup dengan melompat dari apartemen di Jakarta ternyata sudah dua tahun tak sekolah.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Polisi membeberkan temuan terbaru terkait kasus sekeluarga yang mengakhiri hidup dengan melompat dari lantai 22 sebuah apartemen di Penjaringan, Jakarta Utara yang terjadi pada 9 Maret 2024 lalu.
Seperti diketahui, satu keluarga yang terdiri dari empat orang yaitu suami-istri berinisial EA (50) dan AEL (52) anak perempuan, yaitu JL (15) dan anak laki-lakinya JWA (13) tewas setelah melompat dengan tangan terikat.
Sebelum mengakhiri hidup, gerak-gerik mereka pun sempat terekam kamera CCTV di apartemen dan lift.
Lalu apa temuan terbaru dari pihak kepolisian?
Korban Dikenal Introvert, Tak Komunikasi dengan Keluarga Besar selama 2 Tahun
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Gidion Arif Setyawan mengungkapkan keempat korban dikenal tertutup atau introvert.
Bahkan, sambungnya, para korban sudah tidak berkomunikasi dengan keluarga besar selama dua tahun lamanya.
Gideon mengatakan hal ini diketahui berdasarkan keterangan dari 12 saksi yang mayoritas merupakan anggota keluarga besar korban.
"Kalau latar belakangnya, kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap kurang lebih 12 orang ya, memang ada handicap-nya, ada ketertutupan, atau bisa dibilang introvert ya, antara empat sekeluarga ini dengan keluarga besarnya," ucap Gidion di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin (18/3/2024) dikutip dari Tribun Jakarta.
Baca juga: Sangat Merana, Tetangga Ungkap Ekonomi Keluarga Lompat dari Apartemen: Jualan Telur Sambung Hidup
Tak sampai di situ, saking tertutupnya para korban, Gideon mengatakan, keluarga besar sampai tidak mengetahui keberadaan mereka hingga menjelang kematiannya.
"Ini sudah nggak komunikasi ya, sudah nggak komunikasi lama, sudah ada 2 tahun nggak komunikasi dengan keluarganya," jelas Gidion.
Polisi Tes DNA Korban dengan Gunakan Tali yang Ikat Korban
Selain itu, polisi turut melakukan tes DNA dengan menggunakan tali yang terikat di tangan keempat korban.
Gideon mengatakan hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah insiden tewasnya satu keluarga ini murni mengakhiri hidup atau ada pihak lain yang terlibat.
"Pertanyaan besar apakah bunuh diri ataukah ada pihak lain? Itu yang kemudian kita harus jawab menggunakan scientific crime investigation," kata Gideon.
Adapun tali yang digunakan ada dua buah yaitu yang terikat antara tangan ibu dan anak laki-laki dan lainnya yang terlepas dari tangan ayah dan anak perempuan.
Hingga saat ini, Gideon mengungkapkan tes DNA masih dilakukan dengan melibatkan Puslabfor Mabes Polri.
Dua Anak Korban Disebut Tak Sekolah Setahun
Gideon juga membeberkan bukti baru terkait latar belakang dua anak laki-laki dan perempuan yang juga tewas dalam peristiwa ini.
Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan, dua anak tersebut sudah tidak sekolah selama setahun.
Adapun hal itu diketahui dari keterangan 12 saksi yang sebagian berasal dari keluarga korban.
Namun, Gideon mengatakan kesaksian tersebut masih subjektif dan polisi bakal melakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Sangat subyektif itu menjadi bagian dari penyidikan kita," sambungnya.
Istri Sembahyang Sebelum Akhiri Hidup

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKBP Hady Siagian mengungkapkan istri sekaligus ibu berinisial AEL yang turut menjadi korban sempat sembahyang sebelum mengakhiri hidup bersama tiga anggota keluarga lainnya.
Dikutip dari Kompas.com, Hady mengungkapkan AEL sempat sembahyang di sebuah tempat ibadah yang bersebelahan dengan lokasi dirinya dan keluarganya melompat.
"Tapi sebelum ke kanan (lokasi lompat), istrinya berdoa dulu, sembahyang," ucapnya kepada wartaman di Polres Jakarta Utara, Senin (18/3/2024).
Sementara sang ayah dan kedua anaknya menunggu di kursi.
Hady mengungkapkan lantai 22 apartemen itu memang tidak pernah dikunci sehingga siapa saja dapat masuk untuk beribadah.
Polisi juga menjelaskan, penunggu rumah ibadah bernama Akong tidak melihat saat satu keluarga tersebut hendak melompat.
Pasalnya, lokasi bunuh diri satu keluarga tersebut bukan di area tempat ibadah, melainkan di taman.
"Karena ada dua bagian, sebelah kiri klenteng, sebelah kanan taman. Nah, posisi korban loncat itu di daerah taman sana," ujar dia.
Baca juga: Reza Indragiri Tak Sepakat Sebutan Bunuh Diri Satu Keluarga Loncat dari Apartemen di Penjaringan
Hady juga mengungkapkan, Akong memang melihat saat korban berinisial AEL berdoa.
Namun, ia tak menyangka apabila korban bersama keluarganya akan melompat ke lantai bawah.
"Sembahyang dilihat, cuma enggak nyangka dia kalau selesai ibadah bakal loncat," tutupnya.
DISCLAIMER:
Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan mengakhiri hidup.
Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan mengakhiri hidup, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.
Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan itu.
Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jakarte dengan judul "Pengakuan Kerabat Satu Keluarga yang Terjun dari Apartemen, Dua Anak Korban Setahun Tak Sekolah"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jakarta/Rr Dewi Kartika/Gerald Leonardo Agustino)(Kompas.com)
Artikel lain terkait Sekeluarga Tewas Loncat dari Apartemen
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.