Rabu, 15 Oktober 2025

Bareskrim Asistensi Kasus Terapis 14 Tahun Tewas di Pejaten, Diduga Korban Eksploitasi-TPPO

RTA (14) tewas di Pejaten, diduga korban eksploitasi anak dan TPPO. Polisi selidiki denda Rp50 juta serta asal perekrutan korban.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Glery Lazuardi
TribunJakarta.com
TERAPIS TEWAS - Terapis muda ditemukan tewas di lahan kosong kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Kasus ini diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 
Ringkasan Berita:Korban RTA (14) ditemukan tewas di belakang gedung TIKI Pejaten, diduga ingin kabur dari tempat kerja spa.
 
Polisi selidiki dugaan TPPO, termasuk denda Rp50 juta jika korban keluar dari tempat kerja.
 
Bareskrim Polri turun tangan melakukan asistensi kasus, menelusuri eksploitasi anak dan keabsahan identitas korban.
 
 
 

TRIBUNNEWS.COM - Kasus kematian terapis berusia 14 tahun berinisial RTA di Pejaten, Jakarta Selatan, sedang menjadi sorotan. 

RTA ditemukan tewas di lahan kosong belakang gedung TIKI, Pejaten, Jakarta Selatan, pada Kamis, 2 Oktober 2025 pukul 05.00 WIB.

Dia bekerja sebagai terapis spa di Delta Spa, yang lokasinya berdekatan dengan tempat penemuan jasad.

Rekaman CCTV menunjukkan korban bolak-balik ke kamar mandi dan berusaha menghindari kamera, diduga ingin kabur dari mess spa.

Saksi mata mendengar teriakan perempuan sebelum jasad ditemukan, memicu dugaan adanya kekerasan atau ancaman.

Kasus kematian ini diduga terkait eksploitasi anak dan perdagangan orang. Polisi masih menyelidiki penyebab pasti kematian, termasuk dugaan tekanan denda Rp50 juta jika korban keluar dari tempat kerja.

Badan Reserse Kriminal Umum (Bareskrim) Polri melakukan asistensi kasus terapis 14 tahun yang ditemukan tewas di Pejaten, Jakarta Selatan.

Upaya itu dilakukan untuk mengusut dugaan adanya eksploitasi anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Betul kami lakukan asistensi," ucap Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah kepada wartawan, Senin (13/10/2025).

Eksploitasi anak adalah tindakan memanfaatkan anak untuk keuntungan pihak lain secara tidak sah, tidak manusiawi, atau melanggar hukum. 

Bentuk eksploitasi bisa berupa 

Eksploitasi seksual: memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual, termasuk prostitusi atau pornografi.

Eksploitasi ekonomi: mempekerjakan anak secara berlebihan atau dalam kondisi berbahaya.

Eksploitasi tenaga kerja: menggunakan anak untuk pekerjaan yang mengganggu pendidikan, membahayakan kesehatan, atau merusak perkembangan mental dan fisik.

Di Indonesia, eksploitasi anak diatur dalam:

UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Pasal 76I dan 88 UU Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa pelaku eksploitasi anak dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp200 juta.

Sementara itu, TPPO adalah kejahatan yang melibatkan perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan cara ancaman, kekerasan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi.

Eksploitasi dalam TPPO mencakup:

Eksploitasi seksual

Kerja paksa

Perbudakan

Pengambilan organ tubuh

TPPO diatur dalam:

UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 2 UU TPPO, menyebutkan bahwa pelaku perdagangan orang dapat dipidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp600 juta.

Jika anak direkrut, dipindahkan, atau dipekerjakan dengan cara manipulatif atau paksaan untuk tujuan eksploitasi (misalnya bekerja di spa, prostitusi, atau kerja berisiko), maka kasus tersebut bisa dikategorikan sebagai TPPO terhadap anak.

Ini adalah bentuk kejahatan berat dan pelanggaran hak asasi manusia.

Untuk itu, Bareskrim melakukan asistensi dengan cara menanyakan 

perihal detail kronologisnya ditangani oleh Polres Metro Jakarta Selatan.

Sejauh ini diduga ada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di balik perekrutan tempat korban bekerja.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicholas Ary Lilipaly akan menelusuri dugaan TPPO tersebut.

"Jadi kita masih tetap melakukan penyelidikan. Kita menggunakan Pasal eksploitasi anak, TPPO, Pasal 2 UU TPPO dan juga UU perlindungan anak. Jadi kita pastikan dulu, pada saat dia mendaftar itu bagaimana, dia menggunakan identitasnya dia yang sesungguhnya atau tidak," kata Nicholas kepada wartawan, Minggu (12/10/2025).

Dari keterangan keluarga, korban disebut harus membayar denda hingga Rp50 juta jika keluar dari tempat kerjanya tersebut.

Nicholas mengatakan keterangan tersebut masih dilakukan pendalaman oleh pihaknya dengan memeriksa 15 orang saksi mulai dari rekan kerja hingga pihak manajemen perusahaan korban.

"Jadi kita terus menerima informasi itu dan kita lakukan penyelidikan secara mendalam terkait informasi yang diberikan keluarga korban dalam hal ini adalah kakak korban itu sendiri," ucapnya.

Di sisi lain, Nicholas mengatakan pihaknya juga masih menunggu hasil autopsi dari laboratorium forensik (labfor) guna memastikan penyebab kematian korban.

Dugaan Eksploitasi 

Teka teki seorang pekerja terapis wanita inisial RTA di Pejaten Jakarta Selatan mulai terungkap.

Kakak korban RTA, Fahrul Rozi mengungkap curhatan adiknya diminta membayar uang.

Uang tersebut sebagi denda keluar di tempat spa.

"Intinya kalau mau keluar dari kerjaan harus bayar denda Rp 50 juta," ucap Fahrul kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).

Fahrul mengungkap bahwa adiknya sempat dilarang agar tidak bekerja jauh.

Namun larangan tersebut tidak digubris oleh korban.

"Adik saya kekeh mau krja, mau mandiri, mau buktiin bisa bikin mamah senang sukses gitu terus jawabannya," ungkapnya.

Awalnya keluarga mengira korban RTA hanya akan bekerja wilayah Indramayu.

Hanya saja ternyata korban bekerja di Jakarta sesuai keinginannya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved