Eksepsi Tian Bahtiar: Produk Jurnalistik Bukan Ranah Pengadilan Tipikor
Mantan Direktur Jak TV, Tian Bahtiar, mempertanyakan dakwaan JPU yang menjeratnya dengan pasal perintangan penyidikan.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Direktur Jak TV, Tian Bahtiar, melalui tim penasihat hukumnya, mempertanyakan dakwaan jaksa penuntut umum yang menjeratnya dengan pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/10/2025) malam, kubu Tian Bahtiar menegaskan bahwa perkara yang didakwakan sepenuhnya berkaitan dengan produk jurnalistik.
Sebelumnya, Tian telah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atas kasus-kasus yang ditangani oleh Kejagung.
Penetapan tersangka ini dilakukan Kejagung karena Tian Bahtiar diduga menjadi aktor intelektual di balik upaya sistematis untuk merusak citra Kejagung.
Hal tersebut dilakukan Tian atas pesanan dari dua advokat yang telah menjadi tersangka Kejagung sebelumnya, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS).
Dalam upaya untuk merusak citra Kejagung, Tian diduga menyebarkan narasi-narasi yang menyesatkan tentang penanganan korupsi yang dilakukan oleh Kejagung, Terutama dalam kasus korupsi PT Timah dan ekspor crude palm oil (CPO).
Tim penasihat hukum Tian menggugat kewenangan absolut Pengadilan Tipikor untuk mengadili perkara ini.
Mereka berargumen bahwa segala konsekuensi hukum dari program berita dan siaran telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran, bukan Undang-Undang Tipikor.
"Penyampaian atau publikasi berita negatif bukanlah sebuah tindak pidana apalagi perbuatan obstruction of justice," kata tim penasihat hukum dalam eksepsinya.
Kuasa hukum Tian, Didi Supriyanto, menambahkan bahwa jika pun konten berita dianggap memuat pencemaran nama baik atau berita bohong, mekanisme hukumnya seharusnya menggunakan Undang-Undang ITE, bukan UU Tipikor.
Kubu terdakwa menilai dakwaan yang menjerat Tian dengan Pasal 21 UU Tipikor tidak tepat dan mempertanyakan dasar konstruksi hukum yang digunakan jaksa.
Baca juga: Kasusnya Dilimpahkan ke Kejari Jakpus, Eks Direktur Jak TV Tian Bahtiar Tetap Jadi Tahanan Kota
"Apakah rumusan delik dalam dakwaan hanya merupakan suatu imajinasi atau asumsi yang sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu konstruksi hukum yang dapat menyudutkan terdakwa?" ujar kuasa hukum.
Menurut mereka, mekanisme yang sah untuk pemberitaan yang dianggap bermasalah telah diatur dalam UU Pers, yakni melalui hak jawab, hak koreksi, dan pengaduan ke Dewan Pers.
Selain soal kewenangan, dakwaan jaksa juga dinilai cacat formil karena bersifat "obscuur libel" atau kabur.
Surat dakwaan dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap karena gagal menguraikan secara spesifik waktu, tanggal, dan lokus (tempat) tindak pidana yang dituduhkan.
| Sosok Pria Mengaku Jaksa Utusan Kejagung yang Ditangkap saat Coba Temui Bupati OKI |   | 
|---|
| Sidang Suap Vonis Lepas CPO, Hakim Tolak Pembacaan Keterangan Istri Terdakwa |   | 
|---|
| Terungkap di Sidang Jiwasraya: Cadangan Premi Rp11 Triliun, Tapi Dilaporkan Hanya Rp4,6 Triliun |   | 
|---|
| Sidang Korupsi Jiwasraya, Saksi Ungkap Perusahaan Alami Insolvensi Rp6,7 Triliun di Tahun 2007 |   | 
|---|
| Kasus Korupsi Gas USD 15 Juta, Hakim Tolak Eksepsi Eks Direktur PGN Danny Praditya |   | 
|---|
 
							 
							 
							![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.