Ledakan di Jakarta Utara
Siswa SMA Pelaku Ledakan, Pengamat Terorisme Singgung Lemahnya Literasi Digital & Kontrol Sosial
Pengamat Terorisme, Amir Mahmud nilai lemahnya literasi digital & kontrol sosial jadi salah satu penyebab siswa SMA bisa jadi pelaku ledakan SMAN 72.
Ringkasan Berita:
- Pengamat Terorisme, Amir Mahmud menyoroti soal anak dibawah umur yang masih berstatus siswa SMA jadi sosok dibalik ledakan di SMAN 72 Jakarta, pada Jumat (7/11/2025).
- Amir menilai dari kasus ledakan di SMAN 72 ini, yang harus jadi sorotan bukan soal teknologi yang bisa digunakan terduga pelaku.
- Tapi soal lemahnya literasi digital dan kontrol sosial yang dilakukan oleh lingkungan terduga pelaku tersebut. Sehingga pelaku tak bisa berpikir kritis dalam memutuskan aktivitas dan tindakannya.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Terorisme, Amir Mahmud menyoroti adanya sosok anak dibawah umur yang masih berstatus siswa SMA menjadi pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, pada Jumat (7/11/2025) lalu.
Ditambah lagi, terduga pelaku yang masih duduk di bangku kelas 12 SMA ini juga merakit sendiri tujuh buah bom yang ia ledakan di sekolahnya.
Bahkan terduga pelaku yang kini menjadi anak berhadapan dengan hukum (ABH) itu bisa membuat rangkaian bom aktif, yang cara meledakannya bisa menggunakan remote dari jarak tertentu.
Amir menilai dari kasus ledakan di SMAN 72 ini, yang harus jadi sorotan bukan soal teknologi yang bisa digunakan terduga pelaku.
Tapi soal lemahnya literasi digital dan kontrol sosial yang dilakukan oleh lingkungan terduga pelaku tersebut.
Pasalnya menurut Amir, saat ini berbagai informasi bisa mudah didapatkan melalui internet, termasuk soal perakitan bom.
Untuk itu pihak sekolah, keluarga atau orang tua, dan lingkungan sekitar seharusnya bisa berperan aktif dalam mengajarkan literasi digital dan memberikan kontrol sosial kepada anak-anak mereka.
"Kalau saya melihat dari apa yang berkembang dengan kemajuan teknologi di sini, berarti pelaku SMA ini bisa merakit bom dia kemudian melihat daripada tayangan internet. Itu menurut saya sangat dimungkinkan bisa gitu ya. Dan itu mudah kok ya dipelajari dan begitu ya."
"Tapi di sini yang jadi masalah adalah bukan di teknologinya ya, bukan di teknologinya, tetapi di lemahnya literasi digital begitu loh ya dan kontrol sosial begitu," kata Amir dalam tayangan Program 'Overview' di kanal YouTube Tribunnews.com, Rabu (12/11/2025).
Amir menegaskan, pihak sekolah dan keluarga biasanya jarang mengajarkan anak-anak mereka tentang berpikir yang benar.
Baca juga: Polisi Temukan Buku Catatan ABH Pelaku Ledakan SMAN 72: Isinya Dia Merasa Sendirian, Tak Ada Teman
Mereka cenderung hanya mengajarkan tentang apa yang harus anak-anak mereka pelajari.
Sehingga anak-anak cenderung tidak memiliki sifat kritis terhadap apa aktivitas dan tindakan yang dilakukannya.
Tak adanya sifat kritis dalam cara berpikir anak ini bisa berakibat pada hal-hal negatif.
Contohnya, ketika anak-anak ini melakukan sesuatu, ia akan bertindak sesukanya, tanpa memikirkan apakah tindakannya ini bisa mengakibatkan hal negatif, atau merusak tatanan kehidupan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.