Tragedi Priok Berdarah
Setelah Bentrok, Massa-Satpol PP Damai di RS Koja
Di jalanan, ribuan warga melempari aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan polisi dengan apa saja. Sesekali mengejar petugas, kemudian merampas peralatan mereka.
Editor:
Iwan Apriansyah
Sebelum tahun 1997, lokasi itu merupakan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo yang diisi oleh 28.500 unit makam. Luas TPU dan kawasan sekitarnya mencapai 145,2 hektar dan berada di Jalan Dobo, Jakarta Utara. Para ahli waris Habib Hasan mengklaim tanah itu sebagai milik mereka berdasarkan hak Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780.
Sementara pihak PT Pelindo II mengklaim tanah itu berdasarkan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara pada 21 Januari 1987. Dengan sertifikat itu, PT Pelindo II berniat memperluas terminal bongkar muat peti kemas sesuai rencana induk pelabuhan.
Mendengar hal itu, pihak ahli waris melakukan protes dan memeriksa status kepemilikan tanah ke Kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kantor Pertanahan Jakarta Utara mengeluarkan surat No 182/09.05/HTPT yang menyatakan, status tertulis tanah di Jalan Dobo itu atas nama Gouvernement Van Nederlandch Indie dan telah diterbitkan sertifikat hak pengelolaan No 1/Koja Utara atas nama Perum Pelabuhan II.
Pada periode 1995-1997, 28.500 kerangka dipindahkan ke TPU Budidarma, Semper, Jakarta Utara. Pada 21 Agustus 1997, kerangka Habib Hasan juga dipindah ke TPU Budidarma.
Namun, pada September 1999, ahli waris kembali membangun makam Mbah Priuk di lokasi lama dan sebuah pendopo tanpa izin Pelindo II dan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). Makam itu sering dikunjungi orang untuk berdoa dan berziarah.
Pada 2001, Habib Muhammad bin Achmad sebagai ahli waris Habib Hasan mengajukan gugatan atas tanah tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan nomor perkara 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut melawan PT Pelindo II. Namun, PN Jakarta Utara menolak gugatan itu. Setelah itu, pihak ahli waris tidak mengajukan banding sehingga putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan hak atas tanah itu menjadi milik PT Pelindo II.
Pada
2010, PT Pelindo II meminta bantuan hukum dari Pemprov DKI untuk
membongkar bangunan pendopo dan karena tidak memiliki IMB dan kawasan
itu akan dijadikan perluasan terminal peti kemas. Makam akan diperluas
dan dipercantik sehingga tetap dapat dikunjungi untuk ziarah warga. (kompas.com)