Pesawat Sukhoi Jatuh
Pihak Trimarga Tidak Dilibatkan dalam Rencana Joy Flight
Pihak Trimarga hanya mengetahui local area yang akan dilewati.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sunaryo, konsultan PT Trimarga Rekatama mengatakan, rencana joy flight pesawat Sukhoi Super Jet 100 hanya diketahui oleh Air Traffic Control (ATC) di Bandara Soekarno-Hatta dan para awak pesawat.
PT Trimarga Rekatama adalah perusahaan yang memfasilitasi joy flight pesawat Sukhoi Super Jet 100.
Saat ditemui di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (14/5/2012), Sunaryo mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam penyusunan joy flight, dan tidak tahu detail rencana penerbangan.
Pihak Trimarga hanya mengetahui local area yang akan dilewati. Informasi yang diterima Tribun, pada 9 Mei lalu, pesawat itu melakukan joy flight dua kali.
"Yakni Jakarta-Bogor-Jakarta, dan Jakarta-Pelabuhan Ratu-Jakarta untuk penerbangan kedua," jelas Sunaryo.
Komunikasi terakhir awak pesawat adalah saat pilot meminta turun dari ketinggian 10 ribu kaki, ke 6.000 kaki, di atas Lanud Atang Sanjaya, di sebelah utara Gunung Salak (2210 mdpl).
Selang beberapa waktu, tepatnya pada pukul 14.33 WIB, pesawat menghilang dari radar, dan koordinat terakhir diketahui berada di kawasan timur Gunung Salak. Puing pesawat pun ditemukan tidak jauh dari koordinat terakhir.
Pesawat ditemukan hancur lebur di sisi salah satu bukit di gunung itu, yang memangkas pepohonan di bagian menjelang atas bukit, serta memanjang hingga ke bawah.
Sejumlah instrumen pesawat di kokpit, ditemukan di bagian atas. Sedangkan ekornya berada tepat di bagian bawah, berikut puing-puing lain.
Lokasi pesawat jatuh berada di kawasan lembah Ciapus, di mana cuacanya kerap berubah. Sunaryo mengaku tidak tahu mengapa pilot meminta turun ketinggian. Komunikasi tersebut dilakukan dengan ATC, yang akan memberi izin pilot untuk melakukan manuver.
Dalam penerbangan, bisa saja pilot mengubah rute penerbangan, di luar rute yang sudah ditetapkan di flight plan. Menurut Sunaryo, hal itu umumnya terjadi karena kendala-kendala yang mengancam keselamatan penerbangan.
"Misalnya ada badai dengan petir, cuaca buruk, atau sebagainya, bisa saja pilot mengubah rute," tuturnya.
Dalam joy flight berujung maut, lanjutnya, pilot memang melakukan manuver-manuver, yang detailnya ia tidak paham. Itu dimaksudkan untuk menarik perhatian penumpang, yang sebagian besar adalah pebisnis dunia penerbangan dan pembeli potensial pesawat itu.
"(Manuver) ada, kan joy flight untuk menarik hati penumpang," papar Sunaryo.
Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation, perusahaan calon pembeli Sukhoi Super Jet 100 dalam kesempatan terpisah menuturkan, setelah turun ke ketinggian 6.000 kaki di atas Lanud Atang Sanjaya, seharusnya pilot bermanuver untuk berbalik arah.
Manuver berbalik arah untuk menghindari Gunung Salak, di mana batas ketinggian minimalnya mencapai 11 ribu kaki. Tapi, entah bagaimana, pesawat itu tetap melaju ke arah Gunung Salak, dan tragedi pun terjadi.
Sukamto juga penasaran mengapa pilot meminta penurunan ketinggian. Jika alasannya adalah cuaca buruk dan mengganggu jarak pandang di ketinggian 10 ribu kaki, maka peralatan avionik Sukhoi Super Jet 100 yang canggih, seharusnya bisa memecahkan masalah itu.
"Kenapa ATC memberikan izin untuk belok kanan, saya sendiri tidak tahu, walaupun itu tergantung dari kebijakan pilotnya sendiri," ungkap Sukamto.
Diberitakan Tribun sebelumnya, kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Daryatmo, mengaku sudah mengambil semua data percakapan dari ATC Cengkareng, dan data tersebut masih dirahasiakan.
Sementara, black box yang sanggup memecahkan misteri mengapa pesawat canggih dengan pilot berkemampuan mumpuni itu bisa celaka, masih terus dicari petugas SAR di antara puing-puing pesawat. (*)
Berita Nasional Terkini