Rabu, 19 November 2025

BNN Tak Akan Tiru Duterte

BNN tidak akan meniru gaya Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang menembak mati para pengedar dan bandar narkoba

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Presiden Joko Widodo bersama Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso dan Menkopolhukam Wiranto menunjukkan barang bukti narkoba pada acara pemusnahan di pelataran Monas, Jakarta, Selasa (6/12/2016). BNN memusnahkan 445 kilogram sabu-sabu, 190 ribu butir ekstasi, 422 kilogram ganja kering, dan 323 ribu butir happy five yang berhasil diamankan dari sejumlah kasus selama tahun 2016. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak akan meniru gaya Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang menembak mati para pengedar dan bandar narkoba.

Kepala BNN, Budi Waseso menyatakan, tembak di tempat terhadap pengedar atau bandar narkoba akan dilakukan jika diperlukan.

"Jika dibutuhkan dan diharuskan karena ada tindakan perlawanan, maka akan kami lakukan itu (tembak di tempat)," ujar Budi Waseso seusai acara pemusnahan narkoba yang dihadiri Presiden Joko Widodo di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (6/12).

"Sesuai perintah Presiden, kami harus tegas di dalam menangani ini. Tidak main-main karena yang kami selamatkan generasi muda bangsa," kata jenderal bintang tiga Polri yang kerap disapa Buwas itu.

Setelah terpilih sebagai Presiden Filipina pada 9 Mei 2016, Rodrigo Duterte mengesahkan pembunuhan pengedar narkoba untuk menghapuskan perdagangan narkoba. PBB mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Namun Duterte justru mengancam akan membawa Filipina keluar dari PBB. Sejak Duterte menjadi Presiden hingga Agustus 2016, sekitar 900 terduga pengedar narkoba tewas ditembak aparat.

Budi Waseso menjelaskan, BNN telah memodernisasi persenjataan. Oleh sebab itu, kesiapan BNN dalam menghadapi situasi tidak terduga di lapangan akan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.

Catatan BNN, 40 hingga 50 anak muda mati setiap harinya akibat penyalahgunaan narkoba. Artinya, sekitar 15.000 anak muda mati sia-sia setiap tahunnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia perang terhadap peredaran narkoba. Jokowi menyatakan, setiap tahun sebanyak 15.000 orang mati dalam usia muda karena penyalahgunaan narkoba.

Jokowi lalu membandingkan dengan jumlah pengedar dan bandar narkoba yang mati setiap tahunnya. "Berapa bandar dan pengedar yang mati akibat narkoba? Ini pertanyaan untuk Pak Kepala BNN supaya dibandingkan dengan 15.000 yang mati tadi," ujar Jokowi saat menghadiri pemusnahan narkoba di Monas, Selasa.

"Tolong ini digarisbawahi. Perang besar terhadap narkoba," kata Jokowi.

Pada acara pemusnahan narkoba itu, Presiden Jokowi sempat memeriksa beberapa jenis narkoba yang akan dimusnahkan. Jokowi antara lain memegang bungkusan berisi sabu, ganja, dan pil ekstasi yang dikemas rapi dan siap dimusnahkan.

Jokowi kemudian memasukkan dua bungkusan sabu dan ganja ke dalam mesin inseminator atau mesin penghancur. Barang bukti narkotika yang dimusnahkan dalam acara itu antara lain 445 kg sabu, 190.840 butir ekstasi, 422 kg ganja, dan 323.000 butir erimin Five.

Barang-barang tersebut merupakan hasil penindakan BNN bekerja sama dengan Bea dan Cukai periode Oktober sampai November 2016, serta hasil penindakan kejahatan narkotika yang dilakukan oleh Polri.

Sejak Januari hingga November 2016, BNN mengungkap 96 kasus dan menahan 196 tersangka. Barang bukti yang disita berupa 990 kg sabu, tiga ton ganja, dan 616.534 butir pil ekstasi.

Pada periode tersebut, BNN juga telah mengungkap 21 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil kejahatan narkotika dengan total nilai aset mencapai Rp 261,87 miliar.

Presiden Joko Widodo menilai, barang bukti yang didapatkan BNN selama dua bulan, menunjukkan peredaran narkoba di Indonesia masih dalam tingkat bahaya.

Pada kesempatan terpisah, Kepala BNN Budi Waseso mengakui, dirinya ditegur Presiden Jokowi. Secara khusus, Jokowi meminta Buwas membandingkan jumlah bandar narkoba yang dihukum dengan 15 ribu generasi muda yang mati akibat penyalagunaan narkoba setiap tahun. Menurut Jokowi, angka tidak sebanding.

"Beliau menegur saya. Saya diingatkan beliau dan ditegur, sebagai anak buah beliau, saya kan anak buah beliau, di bawah presiden. Berarti saya belum bisa maksimal seperti yang beliau inginkan, itu dipahami, disadari, tidak apa-apa," kata Buwas.

Buwas menyatakan, ia akan mengejar apa yang diharapkan Presiden Jokowi. Buwas mengaku paham bahwa Jokowi ingin yang terbaik untuk anak bangsa.

"Beliau ingin menyelamatkan bangsa ini, untuk kedepan. Salah satunya masalah narkoba, dan kami (BNN) kan jadi leading sector. Nah kepala BNN saya, jadi saya yang bertanggungjawab. Apapun risikonya akan saya ambil dan saya akan bekerja sebaik mungkin," katanya.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, dalam hal eksekusi hukuman mati, Kejaksaan memprioritaskan eksekusi terhadap bandar narkoba. Namun, Prasetyo menyatakan Kejaksaan belum menentukan jadwal pelaksanaan hukuman mati jilid empat.

"Tanya Jampidum, beliau koordinator pelaksana. Prioritasnya narkoba. Nanti saat yang tepat, semua udah oke," kata Prasetyo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.

Prasetyo mengatakan seorang terpidana masih dapat mengajukan grasi dan peninjauan kembali (PK) berkali-kali. Sedangkan eksekusi hukuman mati harus memenuhi seluruh persyaratan hukum.

"Kita kan beda dari negara lain yang tiba-tiba bisa langsung eksekusi. Di Indonesia, terpidana dipenuhi semua haknya, baru dieksekusi. Tapi kan tetap saja ada yang enggak sepakat dan tidak sepaham," katanya.

Prasetyo juga menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi mati bukanlah tindakan yang menyenangkan. "Eksekusi mati kan bukan hal yang menyenangkan, siapa yang senang sih? Tapi itu harus dilakukan untuk negara. Saya minta semua sepaham," katanya. (tribunnews/wahyu aji/lendy ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved