Mahkamah Konstitusi Boleh Dijaga, Tetapi Tak Bisa Diawasi
Menurut Arief, kata "menjaga" dan "mengawasi" merupakan dua hal yang substansinya berbeda.
Hal ini tertuang dalam Pasal 24 B UUD 1945.
Kemudian, jika ditinjau dari struktur penyusunannya, pasal 24 B ditempatkan di antara pasal yang mengatur kewenangan Mahkamah Agung, yakni pasal 24 A, dan Pasal 24 C yang mengatur kewenangan MK.
Oleh karena itu, menurut Arief, karena penempatan pasal terkait kewenangan KY ada di bawah pasal yang mengatur kewenangan MA, maka yang dijaga KY adalah MA. Sementara MK, terlepas dari penjagaan KY.
"Ini namanya original intens, penafsiran sistematik menurut pembuat Undang-Undang Dasar. Sehingga kalau ada pengamat yang mengatakan perlunya lembaga pengawas bagi MK, itu adalah gagal paham konstitusi," kata Arief.
Makanya, lanjut Arief, setelah mencuatnya kasus jual-beli yang dilakukan Akil Mochtar ketika menjabat Ketua MK, pihaknya berinisiatif membentuk Dewan Etik yang keberadaanya di luar struktur MK.
Adapun penempatannya satu gedung agar dapat melakukan penjagaan berkesinambungan, dari hari ke hari.
Selain itu, jika KY menjadi lembaga penjaga MK, maka akan bertentangan dengan salah satu tugas dan fungsi MK.
Arief menambahkan, selain melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, MK juga punya kewenangan menangani perselisihan antarlembaga negara.
Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika KY mengawasi MK. Sebab jika nantinya KY berselisih dengan lembaga lain, maka MK tidak bisa menyelesaikan perkara tersebut.
"Nanti kalau misalnya KY berselisih dengan lembaga lain, kami repot ngga? Kalau MK diawasi, kemudian pada putusannya tidak memenangkan KY, nanti bisa dianggap 'wah ini salah melanggar', akhirnya justru muncul intervensi kan?" kata Arief.(Fachri Fachrudin)