Rabu, 20 Agustus 2025

Korupsi KTP Elektronik

'Sakti' dan 'Licinnya' Setya Novanto Berakhir Dengan Vonis 15 Tahun Penjara Kasus Korupsi E-KTP

Setya Novanto akhirnya divonis 15 tahun pidana penjara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Selasa (24/4/2018).

Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Setya Novanto. 

Kasus ini awalnya ditangani oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berdasarkan aduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

Sebuah rekaman yang berisi percakapan Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin membuat Presiden Jokowi marah.

Rekaman menunjukkan Novanto dan Riza meminta saham kepada Maroef. Keterangan dari Sudirman, Maroef, dan Novanto juga sudah didengarkan dalam sidang MKD.

Sebanyak 17 anggota MKD menyatakan Novanto melanggar kode etik.

Menjelang MKD menjatuhkan vonis, Novanto langsung mengambil langkah cepat mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR.

Dengan pengunduran diri itu, MKD langsung menutup sidang dan menganggap kasus selesai tanpa ada putusan resmi yang dikeluarkan lembaga etik DPR ini.

Kasus "Papa Minta Saham" ini juga masuk dalam ranah penyelidikan Kejaksaan Agung dengan dugaan pidana pemufakatan jahat. Novanto juga sudah sempat diperiksa oleh Kejagung.

Akan tetapi, kasus itu kini mandek setelah Kejagung tidak berhasil mendapatkan keterangan dari Riza Chalid yang tidak diketahui keberadaannya itu.

6. Korupsi E-KTP

Dalam kasus terakhir, Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017.

Namun bagaikan belut yang licin, Setnov kembali lolos dari jerat hukum setelah di praperadilan, dirinya dinyatakan menang oleh hakim.

Sehingga status dirinya sebagai tersangka dicabut.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar memutuskan, penetapan tersangka Setnov oleh KPK dianggap tidak sah.

Hakim Cepi menegaskan, KPK harus menghentikan penyidikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setnov.

KPK kembali mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi KTP elektonik. Pengumuman tersangka terhadap Setya Novanto diumukan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, Jumat (10/11/2017) sore.

Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi resmi mengajukan uji materi ‎Pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak‎ Pidana Korupsi terkait hak dari tersangka terhadap UUD 1945‎ ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, pihaknya juga mengajukan ‎uji materi terhadap Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait pelarangan seseorang ke luar negeri terhadap UUD 1945.‎

Pada 5 Oktober 2017, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara KTP-E dan telah meminta keterangan sejumlah pihak serta mengumpulkan bukti-bukti yang relevan.

Proses penyelidikan tersebut telah disampaikan permintaan keterangan terhadap Setnov sebanyak dua kali pada 13 dan 18 Oktober 2017 namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan ada pelaksanaan tugas kedinasan.

Setelah proses penyelidikan terdapat bukti permulaan yang cukup kemudian pimpinan KPK bersama tim penyelidik, penyidik dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada akhir Oktober 2017.

KPK lalu memanggil Setnov sebagai tersangka pada Rabu (15/11), namun pengacara Setnov, Fredrich Yunadi mengatakan ketua umum Partai Golkar itu tidak akan hadir memenuhi panggilan KPK.

Yunadi beralasan putusan MK tentang pasal 245 ayat 1 UU MD3 yaitu harus ada izin Presiden dan pasal 20A UUD 1945 yaitu anggota Dewan memiliki hak imunitas, adanya permohonan uji materi tentang wewenang KPK memanggil Setnov selaku Ketua DPR serta adanya tugas untuk memimpin dan membuka sidang Paripurna DPR pada 15 November 2017.

Rabu (15/11/2017) malam, tim penyidik KPK mendatangi kediaman Novanto di jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Febri mengatakan, tim mendatangi kediaman Novanto karena yang bersangkutan beberapa kali tidak menghadiri pemeriksaan KPK.

KPK mengimbau Ketua DPR RI Setya Novanto untuk menyerahkan diri.

Di tengah diburu KPK, Ketua DPR Setya Novanto resmi mengajukan gugatan praperadilan untuk kali kedua. Novanto menggugat penetapan tersangka oleh KPK.

Gugatan praperadilan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sehari berselang, Setnov dikabarkan mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11/2017).

Ia dikabarkan dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Dari potongan video yang beredar, mobil yang ditumpangi Setya Novanto berjenis Toyota Fortuner warna hitam berplat nomor B 1732 ZLO. Mobil yang ditumpangi Setya Novanto terlihat naik ke trotoar dan kemudian menabrak tiang telepon.

KPK resmi mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Setya Novanto.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Setya Novanto akan ‎ditahan selama 20 hari kedepan terhitung mulai 17 November sampai 6 Desember di rutan KPK, di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/11/2017).

KPK akhirnya berhasil memindahkan Ketua DPR RI Setya Novanto dari RSCM ke Rumah Tahanan KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (19/11/2017) malam.

Pada 5 Desember 2017, KPK menyatakan berkas perkara tersangka kasus korupsi proyek pengadaan E-KTP Setnov telah P21 atau lengkap untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Berkas perkara untuk terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP atas nama Setya Novanto tiba di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Penyerahan berkas dilakukan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mufti Nur Irawan.
Dilansir dari Kompas.com, berkas perkara dibawa menggunakan troli saat baru diturunkan dari mobil KPK.

Sidang praperadilan jilid II antara Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar ‎di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK dengan agenda mendengarkan jawaban dari KPK serta penyerahan barang bukti surat, dan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Setya, Jumat (8/12/2017).

11 Desember 2017, sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda mendengarkan keterangan saksi digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

3 Desember 2017, sidang putusan praperadilan Setya Novanto akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di hari yang sama sidang perdana pokok perkara Setya juga akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Kusno mengatakan gugatan Setya dinyatakan gugur saat hakim mulai memeriksa pokok perkara kasus E-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail yang mengakui praperadilan yang diajukan kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah gugur. Sebab, surat dakwaan Novanto telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.

Di hari yang sama, Setya Novanto 'mogok bicara' saat sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/12/2017). Dari 30 menit 72 detik persidangan yang pertama sebelum Setnov diperiksa di klinik, bekas ketua DPR RI itu hanya mengeluarkan 24 kata.

Setya Novanto kembali menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan keberatan atau eksepsi dari pihak penasehat hukum dirinya, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Setya Novanto, membacakan sendiri pleido atau nota pembelaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).

Menanggapi pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan Setya Novanto dan kuasa hukumnya di sidang kali ini, Jumat (13/4/2018), ‎tim Jaksa langsung menolak seluruh pleidoi Setya Novanto dan tim penasihat hukumnya.

Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara oleh Jaksa. Selain pidana penjara, Setya Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan membayar USD 7,435 juta dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan ke KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk selanjutnya menjadi milik negara.

Tidak hanya itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa pidana pokok.

Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). Novanto juta diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, hak politik Novanto pun ikut dicabut selama 5 tahun setelah bebas.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan