Senin, 18 Agustus 2025

Suap Proyek PLTU Riau 1

Catatan Pakar Hukum Bagi KPK Sebelum Ajukan Kasasi Atas Vonis Bebas Sofyan Basir

Yenti Garnasih menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan evaluasi terhadap dakwaan mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Yenti Garnasih (kanan) . 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar tindak pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan evaluasi terhadap dakwaan mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

Hal tersebut penting, sebelum KPK memutuskan untuk mengajukan kasasi atas vonis bebas Sofyan Basir.

"Tentu pertanyaan evaluasinya, unsur mana yang tidak terbukti? Bagaimana alat bukti yang dikumpulkan KPK? Hal ini juga untuk evaluasi KPK," ujar mantan Ketua panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) ini kepada Tribunnews.com, Senin (4/11/2019).

Ia meminta KPK lebih fokus kepada bukti-bukti terkait pasal yang didakwakan dan dinilai majelis hakim tidak terbukti.

Baca: Respons ICW Sikapi Vonis Bebas Terhadap Mantan Dirut PLN Sofyan Basir

Selain itu, KPK harus mempelajari pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa unsur pasal 12 huruf a tidak terbukti.

"Yang pasti bukti-bukti yang terkait pasal yang didakwakan. Dan pelajari pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa unsur pasal 12 huruf a tidak terbukti," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono.

"Dalam hal putusan bebas, Jaksa bisa melakukan upaya hukum kasasi," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (4/11/2019).

Pujiyono pun memberikan catatan penting untuk KPK yang "kalah" dalam perkara ini dan akan ajukan kasasi.

Baca: Pegiat Antikorupsi Nilai Vonis Bebas Sofyan Basir Ada Kaitan Dengan Berlakunya UU KPK Hasil Revisi

Menurut dia, KPK harus lebih teliti dan memperkuat pembuktian atas dakwaan yang diajukan di pengadilan.

"Kedepan KPK harus lebih hati-hati, cermat dan teliti," jelasnya.

Bercermin pada vonis bebas Sofyan Basir, ia meminta KPK untuk tidak terlalu memaksakan untuk mengajukan perkara ke pengadilan jika memang buktinya tidak memadai.

Baca: Sofyan Basir Peluk Erat Ketua RT dan Mendoakan Tahanan KPK Lainnya Saat Tiba di Rumahnya

Hal ini kata dia, senada dengan ketentuan Undang-undang KPK hasil revisi.

"Dengan ketentuan UU KPK yg baru jika setelah dilakukan penyidikan dengan menetapka tersangka ternyata buktinya tidak memadai harus menghentikan perkara. Jangan dipaksakan diajukan ke pengadilan," katanya.

Dua pertimbangan hakim

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengungkapkan sejumlah pertimbangannya sebelum memutus bebas terdakwa kasus pembantuan suap proyek PLTU Riau-1 sekaligus mantan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir.

Dalam pertimbangannya, pada pokoknya terdapat dua hal yang dijadikan dasar putusan tersebut.

Di Hadapan Ketua KPK, Kapolri Idham Azis Janji Tuntaskan Kasus Novel Baswedan

Pertama, Majelis Hakim Tipikor dalam pertimbangannya menyatakan bahwa berdasarkan keterangan terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo, Sofyan tidak terbukti membantu terjadinya pemberian suap antara Kotjo dan Eni sebagaimana yang didakwakan Jaksa KPK kepadanya.

Majelis Hakim juga menyatakan Sofyan basir tidak mengetahui adanya pembagian fee secara bertahap dari Kotjo ke Eni tersebut.

Baca: Cerita Lengkap Layangan Putus Part 1 dan Part 2 Serta Kabar Adanya Bocoran Part 3 dari Mommy ASF

Hal itu diungkapkan Hakim Anggota Anwar dalam sidang putusan Sofyan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).

"Menimbang, bahwa sejalan apa yang disampaikan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budi Sutrisno Kotjo yang juga perkaranya, sudah diputus pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, bahwa terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui penerimaan fee secara bertahap tersebut," kata Anwar.

Kedua, dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga menyatakan beberapa pertemuan terkait percepatan proyek PLTU Riau-1 di sejumlah tempat yang melibatkan Sofyan, Eni Maulani Saragih, Setya Novanto, Direktur Perencanaan Strategis II PLN Supangkat Iwan Santoso, dan Johannes Budisutrisno Kotjo bukan titipan Kotjo dan Eni ataupun keinginannya sendiri.

Namun, menurut Majelis Hakim, percepatan Proyek tersebut sudah sesuai dengan Program Nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2017 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Terlebih, menurut Majelis Hakim, berdasarkan fakta persidangan diketahui selama pertemuan Sofyan selalu mengajak Supangkat karena dianggap paling paham mengenai proyek tersebut.

Selain itu juga diketahui kehadiran Sofyan bersifat pasif.

"Jelas percepatan bukan keinginan terdakwa Sofyan Basir ataupun Johannes Budisutrisno Kotjo. Hal ini sesuai proyek ketenagalistrikan merupakan program nasional dan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 14 Tahun 2017 tentang percepatan pembanguan infrastruktur ketenagalistrikan," jelasnya.

Atas dasar hal tersebut, maka Majelis Hakim menyatakan dalam pertimbangannya bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua.

"Menimbang terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan kedua maka terdakwa Sofyan Basir harus dibebaskan dari dakwaannya," kata Anwar.

Anggota Majelis Hakim tersebut antara lain Anwar, Hastopo, Saifuddin Zuhri, dan Wugo.

Sedangkan yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Hariono.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan mantan Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1.

Majelis hakim juga membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan.

"Mengadili. Menyatakan Saudara Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim Hariono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2019).

Karenanya, Majelis Hakim juga memerintahkan agar Sofyan segera dibebaskan dari tahanan.

"Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan," kata Hariono.

Selain itu Majelis Hakim juga memerintahkan kepada jaksa agar memulihkan harkat dan martabatnya serta membuka blokir terhadap rekening Sofyan, keluarganya, serta pihak-pihak terkait.

Diberitakan sebelumnya, dalam sidang dakwaan pada Senin (24/6/2019), Sofyan didakwa terlibat dalam pemufakatan jahat dan membantu terjadinya tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Sofyan didakwa membantu memfasilitasi mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham untuk menemui dan menerima suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Sofyan terkejut ketika Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sofyan dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Senin (7/10/2019) lalu.

Meski begitu, ia mengaku merasa ada kejanggalan sejak penggeledahan di rumahnya beberapa waktu lalu sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka.

Johan Budi kepada KPU: Pasal atau Ayat dalam PKPU Harus Jelas, Jangan Multitafsir

Penggeledahan yang ia maksud adalah penggeledahan rumahnya di kawasan Bendungan Hilir Jakarta pada Minggu (15/7/2019)

Sementara itu, Sofyan, dalam pembelaan prbadinya di persidangan pada Senin (21/10/2019) membantah dirinya terlibat dalam kasus suap PLTU Riau-1.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan