Kasus Djoko Tjandra
Djoko Tjandra Ditangkap, Begini Nasib Orang yang Diduga Bantu Pelariannya, 2 Orang jadi Tersangka
Inilah nasib orang-orang yang diduga membantu pelarian Djoko Tjandra selama 11 tahun.
Penulis:
Sri Juliati
Editor:
bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - 'Petualangan' Djoko Tjandra sebagai buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, usai sudah.
Djoko Tjandra yang telah buron sejak 2009 akhirnya ditangkap polisi pada Kamis (30/7/2020).
Djoko Tjandra ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia dan telah dibawa pulang ke Jakarta via Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis malam.
Ikut hadir dalam penjemputan Djoko Tjandra, Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo dari Malaysia ke Indonesia.
Baca: Kabareskrim Sebut Djoko Tjandra Tidak Melawan Saat Ditangkap di Apartemennya
Baca: Mahfud MD: Saatnya Usut Siapa Polisi, Kejagung hingga Imigrasi yang Terlibat Kasus Djoko Tjandra
Saat menjadi buronan selama 11 tahun, sejumlah orang diduga turut membantu pelarian Djoko Tjandra.
Bahkan, tiga jenderal di institusi Polri ikut terseret dalam kasus Djoko Tjandra, termasuk seorang jaksa dan pengacara.
Nasib orang-orang yang diduga pelarian pun ada yang berakhir dengan dijadikan tersangka atau dicopot dari jabatannya.
Merangkum dari berbagai sumber, inilah nasib orang-orang yang diduga membantu pelarian Djoko Tjandra selama 11 tahun.
1. Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo

Brigjen Pol Prasetijo Utomo adalah satu di antara pejabat kepolisian yang diduga ikut membantu pelarian Djoko Tjandra.
Teman satu angkatan Komjen Listyo Sigit itu diduga sebagai pejabat yang membuat surat jalan terhadap Djoko Tjandra.
Dugaan itu dikuatkan dengan barang bukti berupa dua surat jalan, dua surat keterangan pemeriksaan Covid-19, serta surat rekomendasi kesehatan
Alhasil, Prasetijo Utomo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro (Karo) Korwas PPNS Bareskrim Polri.
Tak berhenti sampai di situ, status Prasetijo Utomo dinaikkan menjadi tersangka setelah menjalani pemeriksaan.
Kemudian, Prasetijo diduga tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri atau penegak hukum karena telah membiarkan atau memberi pertolongan kepada Djoko Tjandra.
Prasetijo juga diduga telah menghalangi penyidikan dengan menghilangkan sebagian barang bukti.
"Tersangka BJP PU sebagai pejabat Polri menyuruh Kompol Joni Andriyanto untuk membakar surat yang telah digunakan dalam perjalanan oleh AK dan JST, termasuk tentunya oleh yang bersangkutan (Prasetijo)," ucap Komjen Listyo Sigit.
Baca: Brigjen Prasetijo Utomo Telah Diperiksa Perdana Sebagai Tersangka Terkait Djoko Tjandra
Baca: Polri Jelaskan Dugaan Motif Brigjen Prasetijo Utomo Bantu Buronan Djoko Tjandra
2. Brigjen Nugroho Slamet Wibowo

Selain Prasetijo Utomo, Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo juga dicopot dari jabatannya terkait kasus Djoko Tjandra.
Kini, ia dimutasikan menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Dikutip dari Kompas.com, pencopotan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo karena dianggap paling bertanggung jawab atas upaya penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Info keterlibatan Brigjen Nugroho Wibowo awalnya diungkapkan oleh Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
Ia menyebut, Brigjen Nugroho Wibowo diduga adalah oknum yang menghapus red notice atas nama Djoko Tjandra pada basis data Interpol sejak 2014.
"Dosa Brigjen Nugroho sesungguhnya lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetijo Utomo," ujar Neta melalui keterangan tertulisnya, Kamis (16/7/2020).
Neta memaparkan, melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol red notice Joko Tjandra kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
Salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran, istri Djoko, tertanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia.
Surat itu, kata Neta, dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Nugroho menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
"Melihat fakta ini, IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Djoko Tjandra."
"Jika Mabes Polri mengatakan pemberian Surat Jalan pada Djoko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya," kata Neta.
Neta mencurigai Prasetyo dan Brigjen Nugroho Wibowo digerakkan oleh individu yang berinsiatif melindungi Djoko Tjandra.
"Apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi 'memberikan karpet merah' pada Djoko Tjandra?" kata Neta.
3. Irjen Pol Napoleon Bonaparte

Lagi-lagi Kapolri mencopot orang-orang yang terseret kasus pelarian Djoko Tjandra.
Kali ini, Idham Aziz mencopot Irjen Pol Napoleon Bonaparte dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal Jumat (17/7/2020).
Irjen Napoleon dimutasi menjadi analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, Irjen Pol Napoleon Bonaparte dimutasi karena diduga melanggar kode etik.
"Pelanggaran kode etik maka dimutasi. Kelalaian dalam pengawasan staf," katanya.
Diduga, pencopotan jabatan tersebut buntut dari adanya polemik keluarnya surat penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra.
Dikutip dari KompasTV, Irjen Napoleon Bonaparte dianggap lalai karena gagal mengawasi anak buahnya, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, yang berupaya menghapus red notice untuk Djoko Tjandra.
4. Anita Kolopaking

Nasib pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking agaknya sama dengan Prasetijo Utomo.
Keduanya sama-sama menjadi tersangka dalam kasus pelarian Djoko Tjandra.
“Hasil kesimpulannya adalah menaikkan status saudari Anita Dewi A. Kolopaking menjadi tersangka,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Argo Yuwono seperti dikutip dari tayangan KompasTV, Kamis (30/7/2020).
Argo mengatakan, Anita Kolopaking ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (27/7/2020), mengantongi barang bukti, dan memeriksa 23 orang saksi.
Dan, Jumat (31/7/2020) hari ini, Anita Kolopaking akan menjalani pemeriksaan pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah diperiksa, penyidik yang akan menentukan apakah perlu menahan Anita atau tidak.
"Masalah penahanan adalah kewenangan penyidik, nanti penyidik yang akan melaksanakan apakah itu akan ditahan atau tidak," ucap Argo.
Selain polisi dan pengacara, sosok lain yang diduga ikut membantu pelarian Djoko Tjandra adalah Jaksa bernama Pinangki Sirna Malasari.
Dikutip dari Kompas.com, Pinangki diduga sempat bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia.
Hal ini bermula dari beredarnya foto jaksa perempuan bersama seseorang yang diduga Djoko Tjandra serta pengacaranya, Anita Kolopaking, di media sosial.
Padahal jaksa yang menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan itu awalnya diperiksa Bidang Pengawasan Kejagung terkait hal lain.
Setelah melakukan klarifikasi, Kejagung menemukan bukti permulaan pelanggaran disiplin dan kode perilaku jaksa dalam foto tersebut, yang belakangan diketahui merupakan Pinangki.
Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi pun dilakukan Bidang Pengawasan Kejagung.
Pinangki kemudian dinyatakan terbukti melanggar disiplin karena pergi ke luar negeri tanpa izin dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019.
Negara tujuan Pinangki dalam perjalanan tanpa izin tersebut di antaranya ke Singapura dan Malaysia.
Diduga dalam salah satu perjalanan ke luar negeri tersebut, Pinangki bertemu Djoko Tjandra yang berstatus buronan.
Kejagung mendapat informasi dari Anita yang menguatkan dugaan itu.
Namun, Kejagung mengaku tak dapat memastikan informasi tersebut karena harus meminta keterangan Djoko Tjandra yang saat itu masih buron.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan, Pinangki mengaku pergi dengan uangnya sendiri.
Sementara itu, ia tidak dapat mengungkapkan motif Pinangki bepergian ke luar negeri.
Menurut dia, pemeriksaan tersebut untuk mendalami dugaan pelanggaran disiplin jaksa.
Pemeriksa pun, kata Hari, telah menemukan bukti pelanggaran tersebut.
“Mengenai motif, kami tidak bisa sampaikan, apakah dia berobat, atau jalan-jalan,” ucap Hari.
“Tetapi, bagi pemeriksa, mendapat bukti yang bersangkutan tanpa izin, itu sudah merupakan pelanggaran disiplin,” sambung dia.
Atas tindakannya itu, Pinangki dijatuhi hukuman dengan tidak diberi jabatan struktural atau non-job.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, dugaan tindak pidana yang dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari harus segera ditelusuri.
Mahfud mengatakan, pencopotan Pinangki dari jabatannya tidaklah cukup.
Menurut Mahfud, penyelidikan terhadap Pinangki harus dimulai untuk menyelidiki pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra.
"Si Pinangki itu tidak cukup hanya dia dicopot tapi juga segera dicari proses pidananya dan digali siapa lagi di Kejaksaan Agung yang terlibat atau di dunia kejaksaan," ujar Mahfud dalam siaran Breaking News Kompas TV, Kamis (30/7/2020).
(Tribunnews.com/Sri Juliati, Igman Ibrahim, Kompas.com/Devina Halim/Ardito Ramadhan)