Selasa, 30 September 2025

Virus Corona

Menaker Terbitkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja di Masa Pandemi Terkait WFH/WFO, Upah dan PHK

Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian Ketenagakerjaan terhadap adanya dampak pandemi COVID-19 dalam hubungan kerja.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Tribunnews/Jeprima
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah memberikan kata sambutan pada acara Deklarasi Gotong Royong menyikapi pandemi Covid-19 dalam masa PPKM Darurat di Gedung Kemnaker, Jakarta Selatan, Selasa (13/7/2021). Pada deklarasi ini, Menaker mengajak pimpinan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), dan Serikat Pekerja/Buruh lainnya untuk bersama-sama mendukung para petugas medis yang sampai saat ini terus berjuang merawat para pasien Covid-19. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19, khususnya di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian Ketenagakerjaan terhadap adanya dampak pandemi COVID-19 dalam hubungan kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, di Jakarta, Senin (16/8).

Baca juga: Menaker Ida Paparkan Syarat Penerima Bantuan Subsidi Upah Tahun 2021 bagi Pekerja

Menurut Menaker Ida, pandemi COVID-19 adalah masalah bersama bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh.

Sehingga, penanganan dampak pandemi ini membutuhkan komitmen dan kerjasama semua pihak.

"Oleh karena itu, dalam Kepmenaker ini kita ingin menekankan pentingnya dialog sosial. Karena kita ingin semua pihak benar-benar terlindungi dari dampak pandemi ini," kata Menaker Ida.

Baca juga: Alasan Jokowi Pilih Pakaian Adat Baduy Dalam Pidato Tahunan Kenegaraan

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan, Kepmenaker No.104 Tahun 2021 mencakup 3 hal.

Pertama, pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO).

Kedua, pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.

"Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Dirjen Putri.

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.

"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," kata Dirjen Putri menjelaskan.

Baca juga: Kemnaker Carikan Solusi Problem Kurir E-commerce

Dalam Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 ini juga dijelaskan mengenai perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena dampak pandemi COVID-19.

Di mana pekerja/buruh tetap berhak atas gaji/upah saat dirumahkan.

"Lalu perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," terang Dirjen Putri.

Dirjen Putri menambahkan, perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.

Adapun, ruang lingkup ketiga yang diatur dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021 adalah pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Baca juga: Pemuda Pengangguran Rampok Minimarket, Ayah Minta Anaknya Dibebaskan: Dia Gelisah Kena PHK

Ditegaskan dalam Kepmenaker ini, PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.

"Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," kata Dirjen Putri menegaskan.

Dirjen Putri memberi catatan, jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan dengan laporan finansial perusahaan bahwa perusahaan tersebut sudah tidak mampu.

"Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved