Tim Pemantauan Komnas HAM: Kekerasan Polisi pada 2020-2021 Terbanyak Dilakukan Saat Aksi Massa
Komnas HAM RI mencatat kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri pada kurun 2020-2021 terbanyak dilakukan pada saat aksi massa.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subkomisi Penegakan HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI mencatat kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri pada kurun 2020-2021 terbanyak dilakukan pada saat aksi massa.
Analis Pelanggaran HAM Nina Chesly menjelaskan sepanjang 2020-2021 Komnas HAM mencatat dalam 10 kasus penanganan aksi massa yang dilakukan kepolisian kurang lebih sebanyak 204 orang mengalami kekerasan, dan kurang lebih 4.000 orang ditahan pasca unjuk rasa.
Selain itu kekerasan oleh kepolisian juga tercatat dalam penanganan tindakan pencurian dengan kekerasan sebanyak 9 kasus, narkotika dan pencurian 7 kasus, perusakan bangunan 3 kasus, penganiayaan 3 kasus, kekerasan 2 kasus, pelecehan seksual 2 kasus, saat akan membuat pelaporan di kepolisian 2 kasus, dan terhadap terduga pelaku teroris 1 kasus.
Pada penanganan aksi massa, kata dia, pihak Kepolisian cenderung menggunakan gas air mata, melakukan pemukulan, dan penangkapan sewenang-wemang terhadap peserta aksi.
Baca juga: Catatan Pemantauan Komnas HAM 2020-2021: Kekerasan yang Melibatkan Polisi Cenderung Turun
Biasanya, kata dia, penggunaan kekerasan yang dilakukan kepolisian juga bisa berupa penggundulan, pencakaran, pencekikan, pemerasan, larangan peliputan, pemaksaan pakaian tidak sesuai gender, dan sebagainya.
Hal itu disampaikannya dalam Konferensi Pers bertajuk Catatan Situasi Kekerasan Negara Tahun 2020-2021 secara daring pada Senin (17/1/2022).
"Penggunaan kekerasan yang paling banyak dilakukan selama 2020-2021 ditemukan pada saat aksi massa," kata Nina.
Secara umum, kata Nina, terdapat 71 kasus kekerasan pada 61 peristiwa yang dilaporkan dengan jumlah korban mencapai 312 orang.
Dalam satu peristiwa kekerasan, kata dia, bisa terjadi beberapa tindakan kekerasan.
Berdasarkan tipologi tindakan kekerasan, kata dia, enam tindakan yang paling banyak dilakukan adalah pemukulan, penembakan, penendangan, penyeretan, intimidasi, dan penggunaan gas air mata.
Akibat tindakan kekerasan tersebut, kata dia, terdapat empat akibat yakni luka pada tubuh, luka tembak, luka yang mengakibatkan cacat, hingga mengakibatkan hilangnya nyawa.
Baca juga: Penjelasan Komnas Perempuan Pasca-Diusir Komisi III DPR: Hanya Miskomunikasi
Akibat kematian, kata dia, tercatat terjadi terhadap 27 orang korban dalam 22 kasus, mengakibatkan kecacatan pada 2 kasus terhadap 2 korban, mengakibatkan luka tembak pada 9 kasus terhadap 34 korban, dan mengakibatkan luka-luka pada tubuh 28 kasus terhadap 249 korban.
Untuk sebaran wilayah kekerasan, lanjut dia, lima besar wilayah yang menjadi lokasi terjadinya adalah DKI Jakarta dan Sumatera Selatan sebanyak 9 kasus, Jawa Tengah dan Sumatera Utara sebanyak 6 kasus, serta Jawa Barat sebanyak 5 kasus.
Terkait kasus kekerasan tersebut, Komnas HAM mencatat ada tiga jenis respons yang diberikan oleh Kepolisian.
Pertama, kata dia, adalah respons yang bersifat substantif.
Respons tersebut, lanjut dia, diberikan kepolisian dalam menjelaskan pokok permasalahan yang terjadi.
Kedua, kata dia, respons yang bersifat tidak substantif.
Dalam kategori respons tersebut, lanjut dia, Kepolisian tidak menjelaskan pokok permasalahan aduan.
"Selanjutnya, belum ada respons," kata dia.