Minggu, 10 Agustus 2025

Polisi Tembak Polisi

Ahli Psikologi Forensik Menyebutkan Baiquni Wibowo Pribadi yang Cenderung Jaga Jarak dengan Pimpinan

Nathanael melanjutkan bahwa yang menarik bahwa saudara Baiquni Wibowo tidak memiliki dorongan untuk dengan pimpinannya.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Baiquni Wibowo. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik Nathanael Elnadus menilai bahwa Baiquni Wibowo pribadi yang cenderung jaga jarak dengan pimpinannya.

Pernyataan tersebut disampaikan Nathanael Elnadus saat dihadirkan sebagai saksi ahli ringankan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023) dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J untuk terdakwa Baiquni Wibowo.

"Berdasarkan pemeriksaan yang saya lakukan menemukan bahwa yang bersangkutan ketika di luar instusi formal di mana dia bekerja yaitu kepolisian. Dia cenderung menempatkan diri sebagai seorang yang egaliter," kata Nathanael di persidangan.

"Ketika masuk ke dalam organisasi kepolisian yang hirarki yang kemudian dikatakan secara normatif menekankan ada otoritas yang lebih tinggi yang mana implikasinya ada power yang berbeda. Sehingga yang bersangkutan ketika berhadapan dengan pimpinan dia berusaha melakukan apa yang disampaikan," sambungnya.

Nathanael melanjutkan bahwa yang menarik bahwa saudara Baiquni Wibowo tidak memiliki dorongan untuk dengan pimpinannya.

"Yang menarik juga adalah yang bersangkutan tidak ada dalam suatu kebiasaan atau dorongan dirinya untuk dekat-dekat dengan pimpinan. Jadi dia bisa dikatakan orang yang lebih memilih menjaga jarak karena sadar betul itu tempat dirinya bekerja institusi yang punya hirarki," sambungnya.

Baca juga: Ahli Psikologi Forensik Klaim Baiquni Wibowo Punya Tingkat Kepatuhan yang Tinggi

Ahli Psikologi Forensik Nathanael Elnadus melanjutkan sebenarnya posisi tersebut tidak membuat terdakwa Baiquni Wibowo nyaman.

"Saya katakan itu bukan sesuatu yang membuatnya nyaman buat dirinya dia. Ketika dalam organisasi itu sebagai norma secara eksplisit dan implisit dia mencoba untuk mengikutinya. Tetapi dia bisa dikatakan biasa-biasa sajalah seperti itu yang saya temukan," tutupnya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan