Kamis, 11 September 2025

Bukan karena Revisi UU KPK, DPR Sebut Kinerja Pemerintah yang Jadi Penyebab Merosotnya Skor IPK

Djamil menyatakan, menurunnya skor IPK itu juga telah menunjukkan jika upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami hambatan.

Tangkapan layar Zoom Indikator Politik Indonesia
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi PKS Nasir Djamil. Ia menyatakan, menurunnya skor IPK itu juga telah menunjukkan jika upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami hambatan. 

Beberapa komponen dimaksud mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek, termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi.

Alih-alih melakukan berbagai upaya penguatan, menurut Praswad, Jokowi tidak ada hentinya mengeluarkan paket kebijakan yang secara vulgar memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi.

Seperti pemberlakuan revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan melanggar HAM dan maladministrasi.

"Hal itu ditambah dengan semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut," kata Praswad.

"Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," lanjut Ketua IM57+ Institute itu.

Praswad juga mengatakan Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanye untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi yang berkontribusi secara signifikan dalam penurunan skor IPK terburuk pasca-reformasi.

Bahkan, diingatkannya, Jokowi pernah menyampaikan akan menambah 1000 penyidik untuk memperkuat KPK.

"Akan tetapi, alih-alih memperkuat, pelemahan terhadap sendi-sendi anti-korupsi terus dilakukan, termasuk malah mengurangi jumlah pegawai KPK melalui pemecatan. Hasilnya, saat ini janji penguatan hanya sekedar menjadi basa-basi belaka," sindirnya.

Praswad menyebut narasi yang dibangun Presiden Jokowi melakukan revisi UU KPK dengan dalih memperkuat pemberantasan korupsi ternyata hanya sekadar halusinasi belaka untuk menutupi kepentingan lainnya.

Pasca-revisi, menurutnya, ternyata kondisi pemberantasan korupsi tindak kunjung membaik.

Artinya, Praswad mengatakan, hasil IPK yang membuat Indonesia bahkan berada di bawah negara yang belajar di Indonesia menjadi bukti penguat bahwa revisi UU KPK untuk memperkuat KPK hanya merupakan halusinasi belaka.

"Dan hari ini faktanya pemberantasan korupsi kita melemah dan terpuruk pada titik terendah," kata dia.

Ia berpendapat apabila kondisi ini didiamkan maka akan adanya dampak yang signifikan pada sektor lainnya.

Hal tersebut mengingat anti-korupsi adalah enabling factor (faktor yang memungkinkan) bagi perlindungan HAM, sehatnya ekonomi, perlindungan lingkungan dan keberlanjutan.

"Rakyat harus menyadari bahwa narasi-narasi keberpihakan pada sikap anti-korupsi tidak lebih dari kata-kata omong kosong tanpa makna. Semakin hari, semakin banyak bukti nyata bahwa rezim pemerintahan ini terus memukul mundur demokrasi dan pemberantasan korupsi," kata Praswad.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan