Selasa, 2 September 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Masa Jabatan dan Pengawasan Pintu Masuk Ganggu Independensi Hakim

Hamdan Zoelva mengingatkan, bila lembaga peradilan kehilangan independensinya, maka tamatlah riwayat negara hukum itu.

Penulis: Gita Irawan
ist
Hamdan Zoelva 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013 sampai 2015, Hamdan Zoelva memandang RUU perubahan keempat tentang MK yang telah disepakati pemerintah dan DPR untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR adalah ancaman sangat serius terhadap negara hukum. 

Hal tersebut, kata dia, marena salah satu fondasi pokok dari negara hukum adalah independensi dari lembaga peradilan. 

Hamdan Zoelva mengingatkan, bila lembaga peradilan kehilangan independensinya, maka tamatlah riwayat negara hukum itu.

Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi yang digelar PSHK, STHI Jentera, dan CALS secara daring pada Kamis (16/5/2024).

"Dulu itu kita menyebutkan secara limitatif dan rinci kewenangan MK itu untuk menghindari nanti diganggu kekuasaan pembentuk UU. Seandainya tidak kita rinci seperti ini, saya kira jantung inilah yang akan terus diganggu," kata dia.

"Karena kewenangannya tidak diganggu, karena diatur secara limitatif dan diatur tegas dalam konstitusi. Maka pintu masuk untuk mengganggu independensi (hakim) ini adalah pada masa jabatan dan pengawasan," sambung dia.

Baca juga: Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad Beberkan 7 Alasan RUU MK Perlu Dikritik Tajam

Menurutnya, dua aspek tersebut kerap muncul pada proses perubahan-perubahan UU MK sebelumnya.

Sedangkan aspek lain yang juga muncul dalam perubahan-perubahan UU MK adalah terkait hukum acara.

"Sejak awal inilah yang kalau kita review UU dan perubahan UU selanjutnya dari UU 24/2003 itu terkait dengan dua sisi itu. Memang ada sedikit mengenai hukum acara tapi sangat tidak signifikan pengaturan baru mengenai hukum acara dalam perubahan-perubahan UU MK itu," kata dia.

"Dari perubahan pertama tahun 2011. Kemudian perubahan kedua dengan Perppu 1/2013 atau UU nomor 4/2014. Kemudian di perubahan ketiga tahun 2020 termasuk rancangan perubahan yang sekarang ini, yang kesemua itu pada pokoknya terkait dengan masalah masa jabatan dan pengawasan," sambung dia.

Dari substansinya, kata dia, sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut akan sangat mengganggu independensi hakim konstitusi

Ketentuan tersebut, kata dia, di antaranya soal pengaturan masa jabatan hakim selama 10 tahun. 

Lalu, masa jabatan 10 tahun tersebut dibagi dua periode di mana untuk mendapatkan masa jabatan pada periode kedua hakim konstitusi harus mendapat persetujuan dari lembaga pengusul yakni DPR, presiden, atau Mahkamah Agung.

"Ini menunjukkan bahwa posisi hakim konstitusi menjadi sangat bergantung pada lembaga pengusul," kata dia.

Baca juga: 4 Saksi Kasus Korupsi SYL Dapat Perlindungan LPSK, Keempatnya Nempel Bos NasDem Sehari-hari

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan