Selasa, 26 Agustus 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Mahfud MD: Revisi UU MK Berpotensi Perpanjang Masa Jabatan Anwar Usman sebagai Hakim

Mahfud mengatakan, draf revisi UU MK yang telah disepakati pemerintah tersebut berbeda dengan draf yang pernah ditolaknya saat menjabat sebagai Menko

Penulis: Gita Irawan
Fersianus Waku
Mantan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD 

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK pada Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," sambung Jimly.

Jimly juga memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan tersebut selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ia juga menegaskan, Anwar Usman tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," kata Jimly.

"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly.

7 Alasan RUU MK Perlu Dikritik

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi.
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. (Kompas.com/Wawan H Prabowo)

Guru besar hukum tata negara Universitas Padjajaran Prof. Susi Dwi Harijanti, SH., LL.M., Ph.D. membeberkan setidaknya tujuh poin alasan mengapa RUU MK tersebut perlu dikritik tajam.

Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi yang digelar PSHK, STHI Jentera, dan CALS secara daring pada Kamis (16/5/2024).

"Saya melihat, paling tidak ada beberapa poin mengapa pembahasan RUU perubahan ini harus kita kawal dan juga harus mendapat kritik-kritik yang tajam serta dorongan-dorongan yang kuat dari kalangan akademisi, kemudian masyarakat sipil karena ada beberapa hal," kata Susi.

Asas Kebutuhan Lemah

Salah satu asas utama dalam pembentukan UU atau perubahan UU, kata Susi, adalah asas kebutuhan atau keperluan. 

Susi menjelaskan ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan menyangkut asas kebutuhan atau keperluan.

Pertama, lanjut Susi, bila ada persoalan-persoalan yang tidak dapat diaelesaikan melalui UU yang saat ini ada.

Kedua, kata dia, UU yang ada sudah usang. 

Baca juga: 42 Pengacara Siap Bela Pegi Tersangka Kasus Vina Cirebon, Diyakini Tidak Bersalah

Ketiga, lanjut Susi, UU yang ada mengandung materi-materi atau norma-norma yang multi-interpretasi.

Keempat, kata Susi, kebutuhan-kebutuhan poltik.

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan