Selasa, 26 Agustus 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Mahfud MD: Revisi UU MK Berpotensi Perpanjang Masa Jabatan Anwar Usman sebagai Hakim

Mahfud mengatakan, draf revisi UU MK yang telah disepakati pemerintah tersebut berbeda dengan draf yang pernah ditolaknya saat menjabat sebagai Menko

Penulis: Gita Irawan
Fersianus Waku
Mantan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD 

Menurut dia dari pemberitaan diketahui bahwa kesepakatan antara pemerintah dan DPR dilakukan di masa anggota DPR reses secara sembunyi-sembunyi.

"Kemudian bagaimana anggota-anggota Komisi III itu juga banyak yang tidak hadir. Oleh karena itu secara internal pembahasan RUU ini pun bermasalah. Dalam arti apa? Tidak semua anggota yang terlibat di dalamnya itu ikut serta dalam pembahasan bahwa RUU ini akan disetujui dibawa pada rapat Paripurna," kata Susi.

Jaminan Masa Jabatan Hakim Konstitusi (security of teneur) Lemah 

Terkait lemahnya jaminan masa jabatan hakim, menurutnya meskipun MK mengatakan bahwa usia jaminan masa jabatan merupakan open legal policy (kewenangan pembentuk Undang-Undang), tetapi menurutnya kewenangan tersebut perlu dibatasi.

"Mengapa security of teneur ini menjadi penting? Karena security of teneur ini menjadi salah satu jaminan dari independensi hakim maupun pengadilan," kata dia.

Susi memandang jaminan terkait masa jabatan hakim tersebut kerap diotak-atik karena jaminan independensi di dalam UUD 1945 adalah jaminan independensi yang bersifat sangat minimal.

"Dan jaminan itu membutuhkan bantuan badan-badan eksternal di luar pengadilan untuk menegakannya," kata Susi.

"Dalam kaitan ini UUD 1945 tidak secara spesifik mengatakan bahwa bagaimana security of teneur itu dijamin, bagaimana syarat-syarat menjadi hakim itu juga dijamin di dalam UUD," sambung Susi.

Potensi Cawe-cawe Politik (court packing plan)

Terkait dengan potensi cawe-cawe politik terhadap independensi hakim, ia mengemukakan sejarah yang mencatat upaya intervensi politik secara terselubung terhadap independensi lembaga kehakiman.

Upaya tersebut, kata Susi, pernah terjadi melalui RUU Reformasi Prosedur Peradilan di Amerika Serikat pada tahun 1937 atau yang lebih dikenal dengan "court packing plan".

Sejarah mencatat strategi court packing tidak dapat dilepaskan dari hasrat Presiden AS saat itu Franklin D Roosevelt untuk melakukan penambahan jumlah hakim di Mahkamah Agung AS guna mendapat persetujuan terhadap serangkaian kebijakan Rooosevelt yang disebut Undang-Undang New Deal.

Namun menurut dia, dalam konteks RUU MK saat ini strategi court packing tersebut harus ditafsirkan lebih luas dari hanya sekadar menambah jumlah hakim.

"Tetapi, juga termasuk setiap usaha memanipulasi keanggotaan hakim untuk tujuan yang bersifat partisan. Ini adalah isu kedua yang juga harus kita perhatikan dengan sangat hati-hati," kata Susi.

"Jangan sampai ketentuan pasal 23(A) itu merupakan court packing yang terselubung dari pembentuk UU. Karena apa? Karena itu merupakan usaha untuk memanipulasi keanggotaan hakim, membership dari hakim di sebuah pengadilan. Untuk tujuan apa? Yaitu untuk tujuan yang bersifat partisan," sambung Susi.

Menurut dia, ketentuan dalam pasal 23A RUU MK dapat ditafsirkan maksudnya adalah agar lembaga pengusul hakim konstitusi (presiden, DPR, dan Mahkamah Agung) dapat mengevaluasi hakim konstitusi yang mereka tunjuk.

Oleh karena itu, Susi khawatir ketentuan pasal 23A dalam RUU MK dapat menjadi praktik court packing terselubung yang dapat dimanfaatkan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Lembaga pengusul hakim konstitusi dikhawatirkannya dapat menggunakan ketentuan dalam pasal 23A RUU MK untuk melakukan pembalasan terhadap hakim-hakim konstitusi yang sudah menjatuhkan putusan atau menyatakan dissenting opinion yang tidak disukai oleh pihak-pihak yang mengusulkan.

"Oleh karena itu, ketika akan dilakukan evaluasi maka pertanyaan kita poin-poin, standard, atau ukuran apa yang akan digunakan oleh lembaga pengusul itu dalam rangka melakukan evaluasi. Dalam pandangan saya evaluasi ini tidak dilakukan oleh setiap lembaga pengusul?" kata dia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan