Selasa, 26 Agustus 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Mahfud MD: Revisi UU MK Berpotensi Perpanjang Masa Jabatan Anwar Usman sebagai Hakim

Mahfud mengatakan, draf revisi UU MK yang telah disepakati pemerintah tersebut berbeda dengan draf yang pernah ditolaknya saat menjabat sebagai Menko

Penulis: Gita Irawan
Fersianus Waku
Mantan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD 

"Inilah yang harus digarisbawahi. Bahwa pembentukan UU atau perubahan UU khususnya yang berkaitan dengan MK harus dihindarkan sejauh mungkin atau malah dibatasi tidak boleh kebutuhan itu karena adanya akomodasi politik atau karena adanya kebutuhan-kebutuhan politik," kata Susi.

"Mengapa demikian? Karena itu akan dikaitkan dengan fungsi MK sebagai pihak ketiga netral ketika terjadi persoalan-persoalan atau sengketa antara warga negara dengan negara," sambung dia.

Tak Patut Dilakukan pada Masa Lame Duck

Masa lame duck, kata Susi, yakni masa di mana pihak-pihak yang sedang sedang berkuasa tengah menghadapi akhir-akhir masa jabatan.

Menurut dia, meski kekuasaan tersebut masih mempunyai legitimasi  di masa tersebut, namun di antara mereka akan ada orang-orang yang tidak akan berkuasa lagi pada periode berikutnya di antaranya karena tidak terpilih lagi.

"Maka secara fatsun politik seharusnya mereka tidak mengambil keputusan-keputusan yang akan memberikan dampak yang luas krpada pemerintahan dan juga masyarakat di masa yang akan datang," kata Susi.

Minimnya Partisipasi Bermakna

Menurut Susi tidak ada dokumen yang dapat diakses terkait RUU tersebut.

"Apalagi keterlibatan secara aktif dari masyarakat (dinyatakan) sebagaimana diamanatkan dalam pasal 96 a UU 13/2002 yaitu hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan," kata Susi.

Materi Muatan yang Dapat Melemahkan Independensi

Secara substansi, menurut dia RUU tersebut memuat sejumlah hal yang dapat melemahkan independensi MK.

Di antaranya, kata dia, adalah masa jabatan hakim dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

Selain itu, pasal 23 A yang dapat ditafsirkan maknanya lembaga pengusul hakim konstitusi (presiden, DPR, dan Mahkamah Agung) dapat melakukan evaluasi terhadap hakim konstitusi.

Lalu, kata dia, ketentuan peralihan tersebut diberlakukan surut.

Kemudian, lanjut dia, juga terkait dengan keterlibatan lembaga pengusul dalam penentuam keanggotaan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Selain itu, kata Susi, ketentuan di mana hakim konstitusi tetap menjadi anggota MKMK. 

"Persoalannya adalah bagaimana kemudian hakim konstitusi juga diadukan sebagai diduga melakukan pelanggaran etik. Apakah itu lagi-lagi tidak terjadi conflict of interest?" kata dia.

Proses Internal Bermasalah 

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan