Parpol akan Hitung 3 Insentif Ini di Pilpres Pasca Putusan MK Soal Presidential Threshold
Putusan MK tentang presidential threshold membuat partai peserta pemilu dapat mencalonkan kadernya sebagai pasangan capres/cawapres.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Choirul Arifin
Menurutnya, dalam Pilkada 2024 lalu banyak partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang tidak menggunakan kesempatannya untuk mengajukan calonnya.
"Kenapa KIM Plus tidak menggunakan itu? Ingin dapat menteri. Ada insentif lain yang dikejar," ungkap dia.
"Proses pendaftaran ke KPUD dilakukan satu bulan sebelum penetapan kabinet. Akhirnya mereka yang nggak punya kader populer, ya sudah rasional saja, saya gabung sama Pak Prabowo saya dapat menteri. Kalau saya maju, logistik keluar banyak belum tentu juga kader saya menang," sambung dia.
Dengan demikian, menurutnya tiga jenis insentif itu akan diperhitungkan oleh partai politik dalam menentukan apakah mereka akan menggunakan "tiketnya" untuk mengusung kadernya sendiri dalam Pilpres mendatang.
Sehingga menurutnya masih ada kemungkinan partai politik tidak mengusung kadernya dalam Pilpres mendatang.
"Jadi ada tiga insentif yang akan diperhitungkan apakah tiket itu akan mereka pakai atau tidak. Dan itu sangat tergantung jelang pilpres nanti. Jadi bisa dipakai, bisa tidak," ujar Burhan.
Putusan MK Terbaru
Diberitakan sebelumnya MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.
Dengan demikian setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.
Namun, MK juga memberikan catatan penting.
Catatan itu yakni dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu.
Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.
Mahkamah juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik.
Namun menurut Mahkamah, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.
MK juga menyoroti meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia.
Dengan demikian, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.
Bamsoet: Posisi Mahkamah Konstitusi Adalah Negative Legislator Bukan Positive Legislator |
![]() |
---|
PDIP Dinilai Rugi jika Gabung Pemerintah seusai Disebut Kakak Gerindra oleh Prabowo, Mengapa? |
![]() |
---|
Kelakar Soal Parpol Ubah Logo Ramai di Medsos, Dasco: Hubungan Saya dengan PSI Cukup Dekat |
![]() |
---|
Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Dinilai Beri Ruang Demokrasi Lokal yang Lebih Otentik |
![]() |
---|
Putusan MK Pemilu Terpisah Nasional-Daerah Digugat: Berpotensi Timbulkan Perubahan Sistem Demokrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.