Biaya Pemilu Mahal, Anggota Komisi II DPR Rahmat Saleh Dorong Konsep e-Voting di Tahun 2029
Rahmat juga menyoroti pelanggaran terkait mutasi jabatan oleh kepala daerah petahana yang terbilang cukup tinggi dalam sidang sengketa Pilkada.
Penulis:
Wahyu Aji
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi 2 DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mendorong pemerintah dan penyelenggara Pemilu untuk mengkaji pelaksanaan pesta demokrasi di tahun 2029 menggunakan skema pemilihan secara elektronik (e-voting).
Efiesiensi anggaran dikatakan Rahmat Saleh menjadi dasar usulan pelaksanaan Pemilu yang mengadopsi e-voting.
Selain itu, pemilih yang berhak memberikan suara di Pemilu 2029 lebih didominasi oleh generasi Z dan milenial.
"Terkait dengan jumlah pemilih prediksi 2029 didominasl milenial dan Gen Z, saya tadi melihat begitu mahal Pileg dan Pilkada kita. Bawaslu saja sekitar 8 triliun, itu baru Pilkada. Kemudian Pileg dan lain-lain. Memungkinkan gak sistem Pemilu kita ke depan dikaji, terkait bagaimana Pemilu elektronik dan digitalisasi. Itu bisa menjadi perhatian khusus dan menjadi draft untuk pembahasan tahapan ke depan,”ujar Rahmat Saleh saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Mendagri Tito Karnavian dan penyelenggara Pemilu, di Gedung DPR, Senin (3/1/2025).
Baca juga: Ketua KPU RI: Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024 Merosot Dibandingkan Pilpres Maupun Pileg
Kepada wartawan usai RDP, Rahmat menyampaikan digitalisasi dalam penyelenggaraan Pemilu juga diharapkan dapat mengikis angka golput.
Namun demikian diakui Rahmat Saleh pembahasan mengenai usulan penerapan e-voting perlu melibatkan berbagai pihak lainnya, sebut saja Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Polri.
“Dalam kehidupan saat ini, masyarakat, khususnya gen Z dan milenial kesehariannya tak bisa dipisahkan dari gadget. Dengan adopsi e-voting, kita berharap juga akan membuat angka golput menjadi berkurang. Tentu saja aspek jaringan internet yang memadai, keamanan siber dan lainnya juga harus dipikirkan agar penerapan konsep e-voting tak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu saja ataupun serangan siber. Keamanan data itu mutlak disertakan dalam konsep Pemilu berbasis e-voting,” kata politisi PKS yang terpilih dari Dapil Sumbar 1 ini.
Dikonfirmasi terpisah, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sri Yanuarti berpendapat penerapan e voting pada Pemilu di Indonesia dapat diterapkan namun tak berlaku di seluruh nusantara.
Kendala utama menurutnya adalah ketidakmerataan infrastruktur di Indonesia.
“Dengan kondisi geografis yang perbedaannya sangat ekstrim antar pulau di Indonesia, agak sulit kalau semua pakai e voting. Jika mau diterapkan paling kombinasi. E voting untuk daerah urban, di mana infrastruktur sudah siap. Untuk rural (daerah pedesaan atau pedalaman) mestinya manual. Juga perlu dipikirkan kerentanan sistem elektronik yang gampang dihack/diretas. Makanya di US meski negaranya maju masih pakai manual,” kata Sri melalui pesan elektronik.
Berbeda pandangan, meski generasi muda lekat dengan gadget namun digitalisasi pemungutan suara dikemukakannya tak lantas akan berpengaruh terhadap suara golput.
“Menurut pendapat saya, e-voting tidak secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya suara golput. Bagaimanapun pilihan seseorang dalam pemilu (pilpre sampai pilkada) akan sangat ditentukan oleh perfomance kandidat dan juga seberapa besar politik uang dimainkan,” ujarnya.
Revisi UU Pemilu
Selain menyuarakan konsep e-voting, saat RDP bersama Kemendagri dan penyelenggara Pemilu, Rahmat juga menyoroti pelanggaran terkait mutasi jabatan oleh kepala daerah petahana yang saat ini terbilang cukup tinggi dalam sidang sengketa Pilkada di MK.
Ia menyebut berdasarkan data diterimanya, salah satu gugatan yang banyak muncul dalam sading sengketa Pilkada di MK adalah persoalan pelantikan pejabat yang dicurigai tak mengikuti perundangan berlaku.
Diketahui Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tak melakukan penggatian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
“Gugatan d MK terlalu banyak gunakan gugatan dalil ini, apakah ke depan perlu dievaluasi?” tanyanya
Saat RDP Rahmat Saleh juga menyampaikan pandangannya atas fenomena kotak kosong yang menang melawan calon tunggal.
Dari 36 Pilkada Serentak 2024 yang diikuti calon tunggal, dua di antaranya ternyata dimenangkan oleh kotak kosong yaitu pemilihan wali kota-wakil wali kota Pangkalpinang dan pemilihan bupati-wakil bupati Kabupaten Bangka.
Sementara sesuai Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada terdapat dua opsi jika kotak kosong menang, yaitu pemilihan ulang pada tahun berikutnya atau pelaksanaan pemilihan sesuai jadwal dalam peraturan perundang-undangan.
“Kita ada fenomena pemilihan suara ulang (PSU), itu karena fenomena kotak kosong menang. Inikan menambah panjang lagi keserentakan itu, masih setahun lagi Pemilunya (pemungutan suara ulang), kemudian kapan lagi dilantiknya, ini masalah pelantikan serentak. Ke depan, kalau kotak kosong, apakah gak menang saja, kenapa gak dianggap menang. Gak ada lawan (calon tunggal), semua parpol sudah setuju dengan orang itu,” kata Rahmat Saleh.
Terkait dengan revisi UU Pemilu untuk perbaikan pesta demokrasi di masa mendatang, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan pemerintah masih melakukan kajian terkait revisi UU Pemilu.
Revisi beleid itu dipastikannya akan dibuat dalam bentuk omnibuslaw.
Saat ini kata Tito, pemerintah masih menyerap berbagai masukan kajian dari akademisi, dan civil society. Tak hanya itu, Tito menuturkan pihaknya juga harus menggelar rapat bersama kementerian lainnya.
Pemerintah kata Tito juga mempertimbangkan komunikasi tingkat parpol perihal substansi, sistem, metodologi, modifikasi dan waktu.
Tito berharap anggota partai politik dapat berkomunikasi dengan pimpinan parpol sehingga keinginan revisi UU Pemilu dapat disamakan waktunya.
20 Ferbuari Pelantikan
RDP Komisi II dengan Mendagri dan penyelenggara Pemilu kali ini juga membahas perihal waktu pelantikan kepala daerah pemenang Pilkada.
Semua pihak yang terlibat dalam RDP sepakat pelantikan kepala daerah pemenang Pilkada berlangsung pada tanggal 20 Februari 2024, termasuk bagi pemenang Pilkada yang saat ini bersengketa di MK. Hal itu menyusul dipercepatnya pembacaan putusan dismissal oleh MK.
Meski disepakati pada tanggl 18 Februari 2024, pimpinan Komisi 2 menutup rapat dengan kesimpulan waktu pelantikan fleksibel karena berkaitan dengan Perpres yang akan diterbitkan Presiden Prabowo Subianto.
"Pelantikan serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024 untuk provinsi/kabupaten/kota yang tidak ada sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi RI dan berdasarkan hasil putusan/ketetapan dismissal MK RI, serta telah ditetapkan oleh KPUD, serta sudah diusulkan oleh DPRD provinsi/kabupaten/kota kepada Presiden RI/Menteri Dalam Negeri RI akan dilaksanakan pelantikan serentak oleh Presiden Republik Indonesia di Ibu Kota Negara, kecuali bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh kepala daerah di Provinsi Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI, Aria Bima yang mengambil alih kepemimpinan RDP saat pembacaan kesimpulan perihal waktu pelantikan tersebut. (*)
Slank 'Racunin' Gen Z Lewat Album The Greatest Hits Live |
![]() |
---|
Komisi II Usul Revisi UU Pemilu Masuk Prolegnas Prioritas 2026 |
![]() |
---|
Beri Kuliah Pascasarjana Universitas Pertahanan, Bamsoet Dorong Sistem E-Voting di Pemilu Indonesia |
![]() |
---|
Terima Banyak Kritikan, KPU Akhirnya Cabut Keputusan Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres |
![]() |
---|
DPR Minta KPU Klarifikasi soal Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres ke Publik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.