Selasa, 30 September 2025

Kala DPR Dianggap 'Ngaco' dan Bikin Rusak Negara Buntut Revisi Tatib Jadi Bisa Copot Pejabat Negara

DPR dianggap ngaco dan membuat rusak ketatanegaraan usai merevisi aturan tata tertib sehingga bisa memiliki wewenang mencopot pejabat negara.

Dok DPR
DPR REVISI TATIB - Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menganggap DPR ngaco dan merusak ketatanegaraan usai merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib). Dalam revisi tersebut, DPR bisa mengevaluasi pejabat negara hingga mencopotnya jika perlu. 

TRIBUNNEWS.COM - DPR merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) pada Selasa (4/2/2025).

Adapun revisi ini berupa penambahan pasal yaitu Pasal 228 A yang berbunyi:

" (1) Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku."

Dengan adanya revisi tersebut, DPR bisa mengevaluasi seluruh pejabat negara dan evaluasi tersebut bersifat mengikat.

Adapun misalnya adalah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK), dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Bahkan, DPR bisa mencopot hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan Kapolri jika dirasa tidak berkompeten lagi.

Di sisi lain, revisi ini bisa dikatakan dikerjakan secara kilat karena pembahasan di tingkat Badan Legislasi (Baleg) hanya selesai kurang dari tiga jam setelah dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Namun, DPR berujung dikritik keras buntut dari adanya revisi kilat terkait Tatib ini.

Baca juga: Duduk Perkara Munculnya Revisi Tatib: DPR Kini Bisa Copot Pimpinan KPK, Panglima TNI hingga Kapolri

Bahkan, wakil rakyat itu sampai dianggap 'ngaco' dan membuat rusak negara buntut revisi tersebut.

Sugeng IPW: DPR Ngaco!

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menganggap revisi Tatib hingga membuat DPR bisa mengevaluasi pejabat negara 'ngaco'.

Menurutnya, aturan Tatib tersebut hanya mengatur internal DPR saja, alih-alih bisa digunakan untuk eksternal.

"Ini menurut IPW ngaco, ya! Kita harus melihat yurisdiksi yang disebut dengan tata tertib, kekuatan berlaku aturan tatib itu hanya berlaku untuk internal DPR RI di dalam mengatur mekanisme kerja mereka," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (5/2/2025).

Sugeng mengatakan memang DPR bisa untuk menyampaikan sebuah rekomendasi kepada mitranya jika dirasa ada yang salah.

Namun, imbuhnya, rekomendasi tersebut tidak bersifat mengikat terhadap mitra yang dievaluasi.

"Misalnya, ada dia (DPR) punya catatan untuk mencopot Jaksa Agung karena dinilai kinerja lemahnya. Kan, harus ada ukuran bukan penilaian politis."

"Atau, ada ukuran pelanggaran hukum. Kalau pelanggaran kinerja kan debatable dan ukurannya jelas," tegas Sugeng.

Sugeng juga menegaskan bahwa jika memang semisal DPR merekomendasikan ada pejabat tinggi negara perlu dicopot seperti Jaksa Agung atau Kapolri, maka hal tersebut dilaporkan kepada Presiden dan bukannya melakukannya sendiri.

Dia menilai ketika aturan ini akhirnya dipraktekan, maka evaluasi atau penilaian terhadap pejabat tinggi negara lebih bersifat politis alih-alih obyektif.

Selain itu, aturan revisi Tatib ini dianggap bakal merusak konstitusi.

"Ini permainan politik. Keputusan-keputusan politik menjadi lebih kuat daripada norma hukum itu sendiri. Ini bisa rusak negara ke depan kalau seperti ini."

"Bisa semau-maunya keputusan politik seakan-akan menjadi hukum yang mengikat dan bahkan melebihi konstitusi," tuturnya.

Lebih lanjut, Sugeng berharap DPR tetap bijaksana dalam menggunakan aturan revisi Tatib tersebut ke depannya.

Dia tidak ingin aturan itu digunakan seenaknya dan semakin banyak muncul keputusan-keputusan politis yang tidak bersifat obyektif dan bukan untuk kepentingan rakyat.

"Kita harus menguatkan kembali jiwa daripada konstitusi tentang Indonesia adalah negara hukum dan bukannya negara kekuasaan."

"Sehingga, ketika politik menjadi panglima, maka akan mengarah menjadi negara kekuasaan yang mengatur sedemikian rupa. Padahal, ada norma-norma yang mengikat yaitu norma hukum yang diutamakan dalam praktek ketatanegaraan kita," tuturnya.

Ketua MKMK: Rusak Negara Ini, Bos!

Terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna menilai aturan revisi Tatib ini menjadi wujud DPR tak ingin Indonesia berdiri tegak di atas UUD 1945.

Palguna menjelaskan, seharusnya DPR memahami soal hierarki dan beragam kekuatan mengikat dalam norma hukum.

Ia menganggap revisi yang dilakukan DPR terkait Tatib itu bisa merusak tatanan kenegaraan.

"Jika mereka mengerti tetapi tetap juga melakukan, berarti mereka tidak mau negeri ini tegak di atas hukum dasar (UUD 1945) tetapi di atas hukum yang mereka suka dan mau, dan mengamankan kepentingannya sendiri. Rusak negara ini, bos," kata Palguna, Rabu, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: DPR Revisi Tata Tertib, Berwenang Copot Panglima TNI, Kapolri hingga Ketua KPK?

Palguna juga mempertanyakan ilmu hukum dari DPR yang seharusnya mengerti bahwa Tatib hanya mengikat internal anggota dewan dan bukannya mengikat keluar institusi.

"Ini tidak perlu Ketua MKMK yang jawab. Cukup mahasiswa hukum semester tiga. Dari mana ilmunya ada tata tertib bisa mengikat keluar? Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum? Masa DPR tak mengerti teori kewenangan? Masa DPR tidak mengerti teori pemisahan kekuasaan dan checks and balances?" imbuh dia.

Kata Pimpinan dan Baleg DPR

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, revisi tersebut bagian dari penguatan fungsi pengawasan dewan terhadap mitra-mitra kerjanya.

"Namun kita tegaskan lagi bahwa dalam keadaan tertentu hasil fit and proper yang sudah dilakukan oleh DPR bisa kemudian dilakukan evaluasi secara berkala untuk kepentingan umum," ucap Dasco Selasa, (4/2/2025) kemarin.

Sementara, menurut Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, revisi Tatib DPR demi menjaga kehormatan dan meningkatkan pengawasan DPR.

“Tujuannya adalah tentunya menjaga kehormatan dan juga meningkatkan pola pengawasan. Karena pola pengawasan itu adalah bukan serta-merta ketika sudah diberikan rekomendasi hasil fit and proper test tadi, lepas, tidak,” ujar Bob.

“Nah, DPR sebagai representasi rakyat berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif,” lanjutnya.

Menurut Bob, nantinya hasil evaluasi terhadap kinerja pejabat negara tersebut akan diberikan kepada pejabat atau instansi yang berwenang hingga Presiden.

Selanjutnya, DPR memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

Bob menambahkan, bahwa hasil rekomendasi DPR dalam evaluasi terhadap pejabat bersifat mengikat, yang artinya harus ditaati semua pihak.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Hassanudin Aco)(Kompas.com/Singgih Wiryono)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan