Sindir Kinerja Menteri Pigai, Mafirion Anggota DPR Sebut Pelanggaran HAM Dibiayai APBN
Anggota DPR RI, Mafirion, menyindir kinerja Menteri HAM, Natalius Pigai. Ia juga menyebut pelanggaran HAM dibiayai APBN alias pemerintah.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Garudea Prabawati
"Kita tidak suruh Pak Menteri (untuk membuat) perusahaan besar jadi bangkrut. Tapi, kalau memindahkan orang satu pulau, yang luasnya 17 ribu (hektar) dan semua orang disuruh pindah, itu pembangunan apa? PSN apa itu?" kata Mafirion.
"Cobalah kembali kepada jati diri, agar Pak Menteri bisa dilihat sebagai pejuang hak asasi manusia yang tangguh."
"Tidak membela pemerintah, tapi mengingatkan pemerintah, bahwa pembangunan dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk penderitaan rakyat," tegasnya.
Konflik Pulau Rempang
Konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, sudah bergulir sejak awal September 2023, saat pemerintah memutuskan akan membangun PSN Rempang Eco-City.
Rencananya, Rempang Eco-City akan dibangun di atas lahan seluas 165 kilometer persegi.
Baca juga: Singgung PIK 2, Komisi XIII Minta Natalius Pigai Jadi Garda Terdepan Tuntaskan Pelanggaran HAM
Nantinya, Rempang Eco-City akan dijadikan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi.
Proyek PSN ini merupakan kerja sama pemerintah pusat lewat Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam alias BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, dengan anak usaha Artha Graha, PT Makmur Elok Graha (MEG).
Pembangunan Rempang Eco-City mendapat penolakan sebab masyarakat adat setempat yang bermukim di 16 kampung tua, menolak direlokasi ke Pulau Galang.
Mereka enggan dipindahkan karena kampung tempat mereka tinggal memiliki nilai historis dan budaya yang kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Buntutnya, terjadi bentrokan antara warga Pulau Rempang dengan pekerja PT MEG hingga melibatkan aparat.
Konflik bahkan terus berlanjut dan kembali memuncak pada Desember 2024 lalu.
Tak hanya konflik sengketa lahan, sejumlah warga Pulau Rempang juga dijadikan tersangka karena menolak proyek PSN Rempang Eco-City.
Hal ini seperti yang terjadi kepada Abu Bakar (54) dan Nenek Awe (67).
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas perampasan kemerdekaan.
Terkait statusnya sebagai tersangka, Abu Bakar mengaku heran. Sebab, ia mengidap stroke dan tak memungkinkan untuk berkegiatan seperti biasanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.