Jumat, 22 Agustus 2025

Akademisi Sepakat Desak Dominus Litis Jadi Bagian RUU KUHAP

akademisi mendesak revisi KUHAP dan KUHP harus selaras, terutama mengenai dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik.

Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
SEMINAR NASIONAL - Seminar nasional bertajuk “Kebaruan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP: Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan” yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jumat (21/2/2025). 

"KUHAP harus mengalami revisi agar selaras dengan pendekatan KUHP Nasional, terutama dalam hal supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum. Penguatan hubungan ini akan mencegah kesalahan prosedural, meningkatkan akuntabilitas, serta memastikan bahwa setiap perkara yang diajukan ke pengadilan memenuhi standar hukum yang jelas," kata Febby.

Selain itu, ia menekankan KUHAP juga perlu mengintegrasikan mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan dalam satu sistem yang lebih terpadu.

"Dengan sistem yang lebih sinkron, proses peradilan diharapkan lebih efisien dan transparan, serta menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat merugikan para pihak," ujarnya.

Sementara dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Selamat Widodo, menegaskan bahwa peran jaksa sebagai dominus litis sangat krusial dalam sistem peradilan pidana.

Menurutnya di negara-negara dengan sistem hukum yang kuat seperti Jerman dan Jepang, jaksa memiliki peran dominan dalam memastikan bahwa penyidikan hingga penuntutan dilakukan sesuai prinsip hukum yang adil.

Sedangkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menyoroti masih adanya fragmentasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam tahap pra-ajudikasi yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

"Oleh karena itu, penyelarasan peran antara penyidik dan penuntut umum melalui konsep dominus litis menjadi langkah strategis dalam mewujudkan asas peradilan yang cepat dan biaya ringan dengan mengurangi duplikasi kerja antara penyidik dan penuntut umum," tuturnya.

Hibnu berpendapat penguatan dominus litis juga bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.

Selain itu, hal ini berfungsi menjaga keseimbangan antara hak tersangka dan hak korban, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses peradilan.

Lebih lanjut, dirinya menggarisbawahi dominus litis juga memainkan peran penting dalam meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum.

Dengan adanya pengawasan lebih kuat dari jaksa sejak tahap penyidikan, peluang untuk terjadi penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan. 

"Hal ini sekaligus memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses penyidikan yang benar dan berbasis bukti yang kuat. Selain itu, penerapan dominus litis juga memungkinkan adanya peningkatan koordinasi lintas lembaga," ucap Hibnu.

"Keberhasilan sistem peradilan pidana tidak hanya bergantung pada kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga melibatkan pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan berbagai elemen lain dalam sistem hukum. Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang kuat antar-lembaga agar tujuan utama peradilan yang cepat, transparan, dan berkeadilan dapat terwujud," katanya.

Dalam seminar tersebut, para akademisi sepakat bahwa penerapan dominus litis akan membuat sistem peradilan pidana Indonesia dapat bergerak menuju integrated criminal justice system, yang menekankan keterpaduan antar-lembaga penegak hukum.

Transformasi ini akan membuat sistem hukum pidana Indonesia lebih modern, adil, dan efektif dalam memberikan perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan