Presidential Threshold
Anggota Dewan Perludem Usulkan Ambang Batas Maksimal Koalisi Pencalonan Presiden 40-50 Persen
Anggota Dewan Perludem,Titi Anggraini mengusulkan ambang batas maksimal koalisi pencalonan presiden sebesar 40-50 persen.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk membahas soal kepemiluan.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang dimintai pandangannya dalam rapat tersebut.
Baca juga: Wakil Ketua Umum PKB Sebut Bakal Timbul Masalah Lain Jika Ambang Batas Parlemen Ikut Dihapus
Anggota Dewan Perludem sekaligus ahli hukum pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Titi Anggraini mengusulkan ambang batas maksimal koalisi pencalonan presiden sebesar 40-50 persen.
Titi mengatakan angka maksimal koalisi gabungan partai tersebut untuk menghindari adanya dominasi antar-koalisi parpol.
"Ini untuk mencegah dominasi kekuatan politik tertentu dan juga terjadinya calon tunggal," ujar Titi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Selain untuk syarat pencalonan presiden, Titi mengatakan ambang batas 40-50 persen gabungan partai politik juga diusulkan menjadi syarat pencalonan kepala daerah.
Titi mengatakan usulan itu merujuk adanya putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas, di mana dalam putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 75 persen di provinsi tersebut.
"Pemberlakuan ambang batas maksimal untuk koalisi pencalonan 40% atau 50% gabungan partai dari total jumlah peserta pemilu untuk mencegah calon tunggal, hegemoni, dan dominasi politik tertentu," ujarnya.
Baca juga: Wakil Ketua Baleg DPR soal Penghapusan Ambang Batas Capres: Kini ‘Bola’ di Presiden dan Ketum Parpol
Kemudian Titi mengusulkan pencalonan perseorangan dengan pencalonan jalur partai jaraknya tidak terlalu jauh.
"Pencalonan oleh partai hanya untuk kader atau anggota partai, calon nonpartai hanya bisa maju melalui jalur independen atau perseorangan," tandasnya.
Diberitakan, MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU/XXII/2024.
Dengan begitu, setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.
Akan tetapi, menurut MK juga memberikan sejumlah catatan.
Catatan itu di antaranya dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu.
Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.
Kemudian MK juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik.
Namun, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.
MK pun menyoroti meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia.
Dengan begitu, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.
Putusan MK tersebut merupakan putusan atas permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Dalam putusan itu, MK menegaskan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK Jakarta Pusat pada Kamis, 21 Februari 2025.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.