Sabtu, 16 Agustus 2025

Revisi UU TNI

Sekjen DPR Klarifikasi Soal Polemik Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah, Sudah Direstui Pimpinan DPR

Sekjen DPR RI Indra Iskandar memberikan klarifikasi terkait polemik lokasi rapat Komisi I DPR RI bersama pemerintah yang membahas revisi UU TNI.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
KOMPAS.com/Aditya Putra Perdana
SEKJEN DPR RI - Foto Indra Iskandar di Gedung MPR/DPR pada 22 Januari 2022. Memberikan klarifikasi terkait polemik lokasi rapat Komisi I DPR RI bersama pemerintah yang membahas revisi UU TNI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar memberikan klarifikasi terkait polemik lokasi rapat Komisi I DPR RI bersama pemerintah yang membahas revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Diketahui Panja Komisi I DPR bersama pemerintah menggelar rapat pembahasan Revisi UU TN di sebuah hotel mewah di kawasan Senayan, Jakarta.

Menurut Indra, rapat tersebut telah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku di DPR.

Indra menjelaskan bahwa semua rapat yang digelar di luar Gedung DPR harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPR

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Tata Tertib (Tatib) DPR RI Pasal 254 yang mengatur bahwa rapat-rapat untuk kepentingan tinggi dapat dilaksanakan di luar gedung DPR dengan persetujuan pimpinan.

Baca juga: Revisi UU TNI Atur 16 Kementerian dan Lembaga Bisa Dijabat Prajurit Aktif, Berikut Daftarnya

"Semua rapat-rapat itu dilaporkan dulu pada pimpinan. Sesuai dengan tatib DPR Pasal 254, rapat-rapat untuk kepentingan tinggi itu dimungkinkan dilakukan di luar gedung DPR dengan persetujuan pimpinan DPR. Jadi semua prosedur itu sudah dilakukan," kata Indra saat dihubungi Tribunnews.com Sabtu (15/3/2025).

Indra juga menjelaskan pertimbangan kenapa akhirnya rapat membahas membahas RUU TNI itu digelar di Hotel Fairmont.

Baca juga: Ketua Bidang Hukum dan Politik GM FKPPI: Revisi UU TNI Penting untuk Perkuat Pertahanan Negara

Ia menjelaskan, rapat tersebut berjalan maraton dan simultan, sehingga membutuhkan waktu yang panjang dan tempat yang sesuai. 

Mengingat rapat yang berlangsung hingga malam hari bahkan dini hari, anggota Komisi I memerlukan tempat istirahat.

"Rapatnya maraton, simultan. Karena rapatnya simultan, membutuhkan waktu yang disiplin lebih ketat. Jadi kalau rapat itu dilakukan sampai malam hari bahkan dini hari, tentu butuh tempat istirahat," ucap Indra.

Terkait pemilihan hotel, Indra mengungkapkan bahwa Sekretariat Komisi I DPR RI telah menghubungi beberapa hotel untuk mencari tempat yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. 

Salah satu kriteria utama adalah harga yang terjangkau dengan "government rate" serta fasilitas yang sesuai untuk rapat maraton.

"Teman-teman di Sekretariat Komisi I juga sudah menghubungi beberapa hotel, bukan hanya satu atau dua hotel. Kami mencari hotel yang tersedia dan yang punya kerjasama dengan kita, dengan harga yang terjangkau, sesuai dengan government rate," ucapnya.

Indra juga menegaskan bahwa keputusan untuk memilih Hotel Fairmont bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil dari pertimbangan berbagai faktor. 

"Dari 5 sampai 6 hotel yang dihubungi, yang memenuhi spesifikasi ruangan rapat adalah Fairmont. Jadi ini memang dengan banyak pertimbangan," katanya.

Selain itu, lanjut Indra, bahwa DPR RI tidak memiliki fasilitas istirahat untuk para anggota dewan.

Belum lagi, kata dia, jika harus menghidupkan listrik di ruangan rapat yang menurutnya justru akan lebih boros.

"Kalau di DPR, pertama, rapat ini simultan malam hari. DPR tidak punya tempat istirahat, tempat tidur, dan lain sebagainya. Kalau kita menghidupi salah satu ruangan rapat itu, listriknya akan menyala di sebagian besar, itu akan sangat boros," ucap Indra.

Indra menegaskan bahwa semua keputusan terkait lokasi rapat sudah dilaporkan dan disetujui oleh pimpinan DPR, serta sesuai dengan aturan yang berlaku. 

"Ini dengan banyak pertimbangan penetapan tempat rapat ini dan sudah dilaporkan juga ke pimpinan. Itu diatur kok di tatib Pasal 254 itu," ucapnya.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengaku tidak tahu menahu alasan rapat tersebut tidak digelar di Gedung DPR.

Menurutnya hal itu merupakan ranah Kesetjenan DPR RI.

"Itu tanya kepada Sekjen. Saya enggak ini. Itu tanya kepada Sekjen kenapa di sini, kenapa tidak di MPR, atau misalnya di tempat lain. Itu it's not my business," kata Hasanuddin kepada wartawan Sabtu (15/3/2025).

Sementara itu, masyarakat sipil mengkritik proses Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) yang digelar diam-diam.

Terbaru, rapat panja RUU TNI digelar di sebuah hotel mewah tak jauh dari Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada semacam paradoks.

"Di tengah situasi negara, situasi ekonomi negara yang sulit, ada banyak kemudian gelombang PHK, ada banyak kemudian kemunduran, kemarin Bu Sri Mulyani baru menyampaikan bahwa ada defisit hampir kurang lebih Rp3 triliun di APBN, yang menunjukkan sebenarnya ada situasi krisis yang terjadi, tetapi paradoksnya, anggota DPR kita malah kemudian menggunakan fasilitas mewah dalam tanda kutip, untuk melakukan pembahasan undang-undang," kata Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra dalam pesan yang diterima, Sabtu (15/3/2025).

Dia curiga pemilihan lokasi ini agar pembahasan RUU TNI sulit dijangkau oleh masyarakat.

"Akhirnya masyarakat pada akhirnya tidak bisa mengakses apa saja pertemuan, apa aja yang dilakukan begitu ya, karena sifatnya tertutup kan. Padahal masyarakat juga berhak tahu apa yang dibahas," kata dia.

Pembahasan Revisi UU TNI

Dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI muncul usulan 16 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif.

Usulan tersebut muncul dalam pembahasan lanjutan saat rapat Panja Revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat yang digelar pada 14-16 Maret 2025.

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengungkapkan 16 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif TNI berdasarkan revisi yang diusulkan.

Sebelumnya, berdasarkan Pasal 47 ayat 2 dalam UU TNI yang masih berlaku, hanya sepuluh kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif.

Kemudian dalam pembahasan revisi UU TNI berkembang ada lima institusi baru yang ditambahkan di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Bakamla, dan Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.

TB Hasanuddin menjelaskan, dari pembahasan Panja RUU TNI hari ini, ditambahkan satu lagi institusi yang bisa dijabat prajurit TNI aktif, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.

“Tadi juga didiskusikan itu ada penambahan. Yang pertama itu undang-undang nomor 34 tahun 2004, itu kan 10 (institusi). Kemudian, muncul dalam provisi itu adalah 5 (tambahan). Mungkin sudah tahu ya teman-teman,” kata TB Hasanuddin kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).

“Sekarang ada ditambah satu yaitu Badan (Nasional) Pengelola Perbatasan,” sambung dia.

TB mengatakan, tambahan institusi yang bisa dijabat prajurit TNI ini karena daerah perbatasan yang rawan dan selama ini telah dijabat prajurit TNI.

“Karena dalam Perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI,” terang dia.

Mantan Sekretaris Militer era Presiden Megawati Soekarnoputri ini pun mengatakan, dalam Panja juga dibahas soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar 16 institusi tersebut.

TB Hasanuddin menegaskan, prajurit TNI harus pensiun atau mengundurkan diri dari dinas militer jika menempati jabatan di luar 16 institusi yang telah disepakati.

“Kemudian pertanyaan tadi soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” kata TNI purnawirawan jenderal bintang dua ini.

Sebagai informasi, berdasarkan revisi yang diusulkan, berikut adalah daftar 16 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI:

  1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
  2. Kementerian Pertahanan Negara
  3. Sekretaris Militer Presiden
  4. Badan Intelijen Negara (BIN)
  5. Badan Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
  7. Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
  8. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional)
  9. Badan Narkotika Nasional (BNN)
  10. Kementerian Kelautan dan Perikanan
  11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  13. Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  14. Kejaksaan Agung
  15. Mahkamah Agung (MA)
  16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan