Rabu, 1 Oktober 2025

Revisi UU TNI

ISDS Terbitkan Policy Paper Revisi UU TNI, Penambahan Usia Pensiun Berefek Negatif ke TNI

ISDS menerbitkan policy paper bertajuk Revisi UU TNI Perlu Orientasi Jangka Panjang menyikapi proses revisi UU TNI.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Fersianus Waku
REVISI UU TNI - Rapat dengar pendapat Komisi I DPR RI dengan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, membahas revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 Tahun 2004 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2205). 

Namun, RUU TNI ini tidak banyak menunjukkan perubahan signifikan dari sisi kelincahan dan ruang adaptasi TNI dalam perang modern yang saat ini banyak melibatkan sipil terutama terkait teknologi mutakhir. 

Hal itu terlihat dari Pasal 7 sampai 10 tentang tugas pokok angkatan TNI.

Hal yang terjadi, justru revisi UU TNI terkesan hanya ingin mewadahi perwira tinggi (pati) TNI mendapatkan posisi empuk dan masa pengabdian lebih lama.

ISDS melihat perubahan paling krusial dalam UU 34/2004 ini adalah Pasal 53 yang memperpanjang usia pensiun.

Selama ini, kebijakan personalia di TNI belum diinstitusionalisasikan. 

Faktor subjektif masih sangat dominan, serta aturan yang kerap berubah. 

Idealnya, menurut ISDS, kebijakan promosi ada jalur yang jelas dan rekrutmen yang standar. 

Akibatnya, timbul stagnasi di level kolonel dan pati, sementara jumlah bintara hingga letkol kurang. 

"Menurut catatan ISDS, per akhir 2023, ada perwira tinggi nonjob minimal 120 orang, dan kolonel minimal 310 orang. Perpanjangan jabatan akan memperparah bottle neck atau stagnasi karir perwira. Apalagi,  terjadi kekosongan di struktur di bawahnya sehingga berbagai struktur di dalam organisasi TNI kosong," kata Dwi.

"Dalam konteks ini, memperpanjang usia pensiun malah akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Penyusunan UU TNI pada 2004 yang meningkatkan usia pensiun karena kepentingan sesaat berefek pada stagnasi karier di TNI," lanjut dia.

Hal itu terjadi dalam jangka beberapa tahun ke depannya, karena jumlah pati dan perwira menengah (pamen) menumpuk akibat penambahan masa pensiun.

Jika sudah begitu, menurt ISDS apalah artinya pangkat jenderal jika tidak punya jabatan. 

Berbagai argumen yang diajukan untuk mendukung penambahan batas usia TNI seperti Putusan Mahkamah Konstitisi (MK) yang open legal policy, peningkatan harapan hidup, penyamaan dengan usia pensiun Polri dan ASN dan keinginan serta kemampuan untuk mengabdi tidak terlihat terkait langsung dengan profesionalisme dan kapabilitas militer.
 
"Militer membutuhkan tuntutan fisik dan mental yang berbeda dengan ASN, sementara mengabdi pun bisa dilakukan di luar TNI," kata Dwi.

ISDS juga memandang berbagai aspek yang perlu jadi pertimbangan terkait penambahan usia pensiun karena akan berefek negatif pada organisasi TNI ke depannya.

Stagnasi tersebut mengakibatkan penambahan anggaran rutin terutama pada komponen Belanja Pegawai dan Belanja Barang. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved