Kamis, 28 Agustus 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kubu Hasto Bakal Ajukan Banding Usai Eksepsi Kasus Harun Masiku Tak Diterima Hakim

Upaya banding itu akan benar-benar dilakukan apabila dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto dinyatakan bersalah oleh Majelis hakim.

Penulis: Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
EKSEPSI HASTO KRISTIYANTO - Terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku pada rentang waktu 2019-2024 Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (11/4/2025). Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan oleh terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto dan sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Drama persidangan kasus Harun Masiku yang menyeret Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, makin memanas. Setelah nota keberatan (eksepsi) dari kubu Hasto ditolak oleh Majelis Hakim, tim hukumnya memastikan tidak akan tinggal diam.

Tim kuasa hukum Hasto menyatakan siap mengajukan banding atas putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (11/4/2025), yang tidak menerima eksepsi mereka terhadap dakwaan jaksa KPK.

Seperti diketahui kubu Hasto pada sidang sebelumnya telah membacakan eksepsi mereka atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

"Kami akan menyatakan banding terhadap putusan sela ini, tentu saja kami akan sampaikan bersama-sama dengan pokok perkara," kata kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, di ruang sidang.

Maqdir pun menjelaskan mekanisme pengajuan banding itu nantinya bakal pihaknya diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta usai sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta selesai.

Upaya banding itu akan benar-benar dilakukan apabila dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto dinyatakan bersalah oleh Majelis hakim.

"Mekanismenya dilakukan secara bersama dengan banding pokok perkara, kalau dalam pokok perkara dihukum," jelas Maqdir.

Baca juga: Keluarga Korban Cabut Laporan, Kasus Dokter PPDS Unpad Cabuli Anak Pasien RSHS Bandung Terhenti?

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan, tidak menerima nota keberatan atau eksepsi Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Putusan sela itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, yang menyatakan bahwa keberatan Hasto tidak dapat diterima, sehingga sidang kasus suap dan perintangan penyidikan dalam skandal PAW Harun Masiku akan berlanjut ke tahap pembuktian.

“Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Hasto Kristiyanto,” ujar Hakim Rios tegas.

Kronologi Kasus Suap Hasto untuk Loloskan Harun Masiku

Buron KPK Harun Masiku.
Buron KPK Harun Masiku. (dok.)

Kronnologi kasus suap ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Kasus ini bermula dari meninggalnya Nazarudin Kiemas, caleg PDIP untuk Dapil Sumatera Selatan I, yang membuka peluang bagi calon lain untuk menggantikan posisinya di DPR.

Namun, alih-alih memberikan kursi tersebut kepada peraih suara terbanyak berikutnya, Hasto dan tim disebut-sebut berupaya "memuluskan" jalan Harun Masiku yang justru berada di urutan kelima dengan hanya 5.878 suara.

Jaksa KPK menyebut, Hasto diduga bersama sejumlah orang kepercayaannya, termasuk Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai 57.350 Dolar Singapura (sekitar Rp600 juta).

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Sayangnya, KPU menolak permintaan tersebut karena tak sesuai aturan. Tapi Hasto dan tim tidak menyerah, bahkan sampai meminta fatwa ke Mahkamah Agung dan terus melobi Wahyu dengan iming-iming uang.

Baca juga: Terdakwa Mangapul Ungkap Istilah Satu Pintu dalam Perkara Suap Vonis Bebas Gregorius Ronald Tannur

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.  

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan