Kamis, 7 Agustus 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Istana Pengacara Ary Bakri Pengatur Suap CPO Koleksi Puluhan Moge dan Mobil, Tapi Dikenal Tak Ramah

Rumah tiga lantai seluas 20 x 8 meter persegi milik Ary Bakri, berdiri megah di antara rumah-rumah tetangga yang jauh lebih sederhana. Rumah 

|
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
SUAP VONIS LEPAS - Suasana rumah tersangka pengacara Ariyanto Bakrie atau Ary Bakri yang terlibat dalam kasus suap perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Jalan Kikir No. 26, RT 01 RW 04, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Selasa (15/4/2025). Dari rumah ini, Kejakasaan Agung (Kejagung) menyita 3 unit mobil yang terdiri dari 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura.  

Wanita yang mengenakan baju merah terus mengawasi setiap tamu maupun orang-orang yang lewat di depan rumah.

Mereka terlihat duduk di kursi persis di depan pintu gerbang utama.

Sesekali, mereka ikut mengajak main dan mengawasi anjing berwarna putih.

Sementara, tidak terlihat lagi jejeran mobil mewah yang terparkir di rumah mewah tersebut. Padahal, Ary Bakri kerap mengunggah mobil mewah miliknya di rumah tersebut.

Terlihat hanya ada aktivitas penjaga rumah yang keluar masuk dan membukakan pintu saat pekerja lainnya hendak masuk ke dalam rumah.

Skandal Suap CPO: Pengaturan Vonis di Pengadilan

Dalam kasus suap terkait perkara korupsi korporasi minyak goreng ini, awalnya Ariyanto Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp60 miliar.

"Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

Pengacara dari tiga korporasi CPO itu pun menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu. 

Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp22,5 miliar.

Baca juga: Penampakan Buku Skripsi Jokowi, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Buka Suara

Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan