Kasus Suap Ekspor CPO
Kediaman 'Tangan Kanan' Ketua PN Jaksel di Kasus Suap Vonis Lepas CPO: Dari Rumah Mewah jadi Mess
Pria yang saat ditemui sedang mencuci mobil sport milik majikannya itu mengaku tak menyangka Wahyu Gunawan terjerat kasus dugaan suap hakim
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Acos Abdul Qodir
Laporan khusus tim Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah hiruk-pikuk kasus dugaan suap yang menggegerkan sistem peradilan, perhatian kini tertuju pada kediaman Panitera Muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Rumah yang sebelumnya menjadi saksi bisu aktivitas sehari-harinya kini terancam sepi.
Dikenal sebagai pribadi yang royal dan ramah, kini rumah mewah yang terletak di Cluster Grand Orchard Ebony menjadi simbol perubahan.
Wahyu Gunawan, yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO), telah meninggalkan rumah yang terletak di Jalan Ebony 6 Blok AE Nomor 28, Sukapura, Cilincing.
Kini, kediaman ini hanya berfungsi sebagai mess dan kantor, ditinggalkan oleh sosok empunya yang dulu aktif di lingkungan sekitarnya.
Pantauan tim Tribunnews pada Rabu (16/4/2025), rumah dua lantai yang dicat putih bersih dengan tiang abu-abu itu, kini tampak sepi.
Lingkungan rumah dipenuhi oleh pepohonan besar yang memberi nuansa teduh, seakan mengabaikan keterpurukan pemiliknya.
Sekuriti kompleks yang ketat mengawasi siapa pun yang berniat mengunjungi, dengan dua hingga tiga petugas di setiap pos.
Baca juga: Kasus Dugaan Penggelapan Dana MBG Rp 1 Miliar Mulai Diselidiki, Polisi Temukan Bukti Kuitansi
Seorang pria bernama Rian yang mengaku pegawai di kantor milik mertua Wahyu. Ia menyebut rumah tersebut memang milik Wahyu Gunawan, namun kini tak lagi menjadi tempat tinggal.
“Sekarang jadi kantor dan mess,” katanya.
Rian menyebut, Wahyu Gunawan bersama istri dan anaknuya sudah pindah rumah sejak Februari 2025.
Namun, dia enggan menjawab saat ditanya lokasi rumah Wahyu dan hal-hal lain terkait kasus hukum yang tengah menjerat kerabatnya itu.
Soal pindahnya tempat tinggal Wahyu Gunawan itu dibenarkan oleh Rinto (nama disamarkan), seorang sopir tetangga Wahyu Gunawan.
Hal tersebut diketahuinya dari kabar yang menyebar di kalangan asisten rumah tangga (ART) dan sopir yang bekerja di sekitar Jalan Ebony 6.
"Setau saya sih sudah pindah rumah. Tapi enggak tahu pindahnya ke mana," kata Rinto, kepada Tribunnews.
Kini, rumah Wahyu Gunawan itu diisi oleh pegawai-pegawai yang bekerja dengan Wahyu.
Baca juga: Sejumlah Hakim Ditangkap Karena Jual Beli Putusan, Gus Jazil Desak Reformasi Pengadilan
Pria yang saat ditemui sedang mencuci mobil sport milik majikannya itu mengaku tak menyangka Wahyu Gunawan terjerat kasus dugaan suap hakim terkait vonis lepas perkara korupsi ekspor CPO dengan terdakwa tiga korporasi CPO.
Pasalnya dalam keseharian, Rinto mengungkapkan, Wahyu merupakan pribadi yang dikenal baik.
“Dia suka memberi bingkisan kepada petugas keamanan setiap menjelang Hari Raya,” ujar Rinto sambil mengingat kembali kebaikan yang pernah ditunjukkan Wahyu.
Skandal Suap Rp60 Miliar Dunia Korporasi Sawit
Kasus suap ini berawal dari komunikasi antara Ariyanto Bakri, pengacara yang mewakili korporasi sawit, dengan Wahyu Gunawan, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk memuluskan perkara korupsi ekspor CPO dari tiga korporasi CPO mendapat vonis lepas.
Ketiga korporasi CPO itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Masing-masing korporasi CPO itu menaungi sejumlah perusahaan besar.
Tiga hakim yang menangani perkara tersebut yakni Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtaro.
Mereka memohon agar perkara ini diputus lepas atau onslag dengan imbalan uang suap sebesar Rp20 miliar. Namun, permintaan itu tidak berhenti di angka tersebut.
"Untuk memenuhi permintaan tersebut, Muhammad Arif Nuryanta kemudian meminta uang suap yang semula Rp20 miliar, dilipatgandakan menjadi Rp60 miliar," Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar.

Uang tunai itu disalurkan melalui Wahyu Gunawan, yang kemudian menerima bagian sendiri sebesar USD 50.000 sebagai penghubung.
Tak hanya itu, tiga hakim yang ditunjuk—Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin—juga diduga menerima bagian mereka dan sepakat untuk menjatuhkan vonis lepas setelah menerima Rp22,5 miliar.
Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.
Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun.
"Tangan Kanan" Ketua PN Jaksel jadi Perantara Suap

Kejagung menyatakan, Wahyu Gunawan adalah orang kepercayaan dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"WG waktu itu panitera, orang kepercayaan dari MAN (Ketua PN Jaksel). Kemudian melalui dia lah terjadi kesepakatan," kata Qohar.
Kejagung mengungkapkan, Wahyu Gunawan diduga menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar yang diberikan oleh kuasa hukum dari tiga terdakwa korporasi ekspor CPO, yakni Marcella Santoso dan Ariyanto.
Uang tersebut diduga diberikan untuk mengatur putusan yang menguntungkan bagi klien mereka dalam perkara ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan melalui Wahyu, uang tersebut kemudian diserahkan kepada Arif Nuryanta.
“Di mana pemberian suap tersebut atau gratifikasi diberikan melalui WG," ujar Qohar.
Wahyu Gunawan
Panitera
suap
vonis lepas
korporasi CPO
Muhammad Arif Nuryanta
hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Pengadilan Tipikor Jakarta
Kasus Suap Ekspor CPO
Terima Pelimpahan, Kejari Jakpus Segera Susun Surat Dakwaan Djuyamto Cs di Kasus Vonis Lepas CPO |
---|
Kejagung Limpahkan Hakim Djuyamto dan 5 Tersangka Kasus Suap Vonis Lepas CPO ke Penuntut Umum |
---|
Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Serahkan Uang Suap Vonis Lepas CPO Rp 6,9 Miliar Kepada Kejagung |
---|
Sambangi Kejagung, Kapuspen TNI Bahas Keterlibatan Marcella Santoso Terkait Pembuatan Petisi RUU TNI |
---|
Sahroni Minta Rp 11,8 Triliun Sitaan Kejagung di Kasus Ekspor CPO Dikembalikan untuk Program Rakyat |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.