Jumat, 15 Agustus 2025

Pagar Laut 30 Km di Tangerang

Ada yang Janggal di Kasus Pagar Laut, Dekan FH UNS: Harap Polri dan Kejagung Bahas Indikasi Tipikor

Dekan FH UNS Muhammad Rustamaji menganggap ada kejanggalan dalam proses hukum kasus pagar laut, ia meminta Polri dan Kejagung duduk bersama

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
PAGAR LAUT TANGERANG - Sejumlah bambu pagar laut membentuk kavling masih berdiri di pesisir laut Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (19/2/2025). Dekan FH UNS Muhammad Rustamaji menganggap ada kejanggalan dalam proses hukum kasus pagar laut, ia meminta Polri dan Kejagung duduk bersama 

TRIBUNNEWS.COM - Bareskrim Polri berpendapat tidak terdapat unsur korupsi dalam kasus pagar laut di Tangerang, sedangkan Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta penerapan pasal korupsi.

Bareskrim beranggapan, kasus yang menjerat Kepala Desa Kohod Arsin ini murni kasus pidana umum, yakni pemalsuan dokumen.

Bahkan, Bareskrim telah melimpahkan kasus tersebut kepada Kejagung sejak 28 April 2025 dan ditindaklanjuti Jaksa Penuntut Umum untuk diteliti.

Bareskrim Polri juga telah menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka, termasuk Kades Kohod Arsin bin Sanip lantaran masa penahanan telah habis.

Hal ini menyita perhatian dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.

Menurutnya, kedua aparat penegak hukum tersebut harus duduk bersama untuk membahas lebih lanjut kebenaran hukum maksimal dalam kasus pagar laut.

Rustamaji berpendapat, ada banyak kejanggalan jika kasus pagar laut ini hanya membahas tentang pemalsuan dokumen saja.

"Kemudian muncul SHM (Sertifikat Hak Milik) ini menjadi aneh kalau tidak dikaitkan dengan institusi lain yang juga bertanggung jawab mengeluarkan dokumen tersebut," jelasnya dalam diskusi online Diskusi Jaromm Nusantara Series IV bertajuk Polisi Tolak Petunjuk Jaksa dalam Kasus Pagar Laut. Ada Apakah? pada Jumat (2/5/2025).

Doktor yang juga dosen hukum pidana ini berpandangan, kepolisian dan kejaksaan harus duduk bersama untuk memaksimalkan hukum yang multifaset, yang berarti hukum dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan memiliki berbagai sisi.

Maka, perlunya juga membahas indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) dari kasus pagar laut.

"Sehingga  nantinya bisa ditelusuri semua aliran keuangan, misalnya bagaimana pembelian bambunya, muncul 260 SHM-nya, hingga siapa saja yang bertanggung jawab," papar Rustamaji.

Baca juga: Kejagung Kembali Terima Pelimpahan Berkas Perkara Kasus Pagar Laut Tangerang Dari Bareskrim Polri

Lantas, jika Polri tetap kukuh hanya menerapkan Pasal 263 tentang pemalsuan dokumen saja, sedangkan aparat penegak lain seperti Kejagung dan juga KPK bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan, lanjut Rustamaji, citra kepolisian akan jatuh.

Tegas Rustamaji, karena ada sisi yang tidak lengkap dalam tujuan hukum acara pidana yang tidak dicapai. 

Sependapat, Advokat Peradi Jawa Tengah, Badrus Zaman, menambahkan hukum Indonesia harus diselamatkan atas kasus pagar laut itu.

Ia juga setuju jika harus ada koordinasi yang baik antara polisi dan jaksa.

"Mengapa ini tidak tidak bisa diperbaiki dan saya melihat bahwa kalau petunjuk daripada Kejaksaan itu jelas? Kemudian apa alasan polisi kita juga harus tahu, koordinasi secara profesional," harap dia dalam kesempatan yang sama.

Polemik Kasus Pagar Laut

Adapun terkait perkara ini sebelumnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JamPidum) sempat mengembalikan berkas perkara itu pada Bareskrim disertai petunjuk agar kasus itu diusut menggunakan pasal tindak pidana korupsi.

Akan tetapi, pihak Bareskrim menyatakan kasus yang menjerat Arsin itu murni pidana umum yakni pemalsuan dokumen.

Terbaru, Bareskrim Polri juga telah menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka, termasuk Kades Kohod Arsin bin Sanip.

Baca juga: Sosok Arsin bin Asip, Kades Kohod yang Ditangguhkan Penahanannya Terkait Kasus Pagar Laut

Tindakan tersebut diambil karena masa penahanan telah habis.

"Sehubungan sudah habisnya masa penahanan, maka penyidik akan menangguhkan penahanan kepada ke-4 tersangka kasus Kohod Tangerang sebelum 24 April habisnya masa penahanan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, pada (24/4/2025).

Penangguhan dilakukan sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memperbolehkan perpanjangan maksimal dua kali selama 60 hari.

Namun, berkas perkara hingga kini belum dinyatakan lengkap. Kejagung meminta penerapan pasal korupsi, sementara Bareskrim Polri berpendapat tidak terdapat unsur korupsi dalam kasus ini.

"Sesuai Petunjuk P19 JPU agar melakukan upaya penyidikan untuk memenuhi apakah hal tersebut masuk tindak pidana korupsi atau tidak," jelasnya.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terkait pagar laut di Tangerang.

Keempatnya yakni Kades Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE. 

Mereka sebelumnya dilakukan penahanan setelah pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Polri beberapa waktu yang lalu.

(Tribunnews.com/ Chrysnha)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan