Amerika Serikat Kritik Aturan Halal di Indonesia, MUI: Sertifikat Halal Tak Bisa Dinegosiasi
Pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan keberatan terhadap implementasi sertifikasi halal di Indonesia. Apa kata MUI?
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan keberatan terhadap implementasi sertifikasi halal di Indonesia.
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri AS.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa kebijakan sertifikasi halal di Indonesia tidak ditujukan untuk mendiskriminasi negara manapun, termasuk Amerika Serikat.
Asrorun mengatakan aturan halal ditujukan untuk melindungi hak dasar umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia.
"Hubungan dagang itu harus dibangun atas dasar saling percaya, saling menguntungkan, dan saling menghormati kedaulatan. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan fiqih muamalah dalam Islam," ujar Asrorun usai menghadiri Puncak Festival Syawal LPPOM 1446 H di Hotel Gren Alia, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Dirinya menjelaskan bahwa dalam Islam tidak ada larangan untuk berdagang dengan non-Muslim, termasuk dengan negara-negara seperti Amerika Serikat atau Australia.
Meski begitu, dirinya menekankan prinsip saling menghormati dan tidak adanya tekanan politik dalam hubungan dagang antar negara.
Menurutnya, keharusan sertifikasi halal bagi produk yang masuk ke Indonesia adalah implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Aturannya jelas, semua produk yang masuk, beredar, dan diperjualbelikan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Tidak peduli dari negara mana, ini demi perlindungan konsumen Muslim,” ujarnya.
Asrorun juga menekankan bahwa kewajiban ini justru merupakan bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya hak atas keyakinan beragama.
"Kalau Amerika berbicara soal HAM, maka sertifikasi halal adalah bagian dari penghormatan terhadap hak paling dasar, yaitu hak beragama,” ucapnya.
Menurutnya, sertifikasi halal di Indonesia sebetulnya bukan hal baru dan telah berjalan bertahun-tahun.
Bahkan di Amerika sendiri praktik sertifikasi halal juga sudah diterapkan.
"Saya beberapa kali ke sana, ke berbagai negara bagian, untuk memastikan proses produksi sesuai standar halal. Jadi ini bukan isu baru,” tuturnya.
Menanggapi keberatan dari Amerika, Niam memandangnya sebagai bagian dari dinamika diplomasi dagang.
Dirinya menegaskan bahwa ada prinsip-prinsip mendasar yang tidak bisa dinegosiasikan, seperti kewajiban halal.
"Bahwa kemudian itu muncul, itu mungkin jadi bargain tinggal bagaimana pola komunikasi pemerintah kita. Ada hal-hal yang bersifat mendasar yang enggak bisa dinegosiasi," katanya.
Menurutnya, tantangan mengenai proses sertifikasi halal ada di pemerintah.
Bagi Asrorun, sebaiknya proses sertifikasi halal tidak dipersulit dengan proses administratif yang rumit.
"Tujuan utama dari jaminan halal justru terhambat. Sebaliknya, jangan juga demi insentif atau keuntungan jangka pendek, hal-hal prinsipil seperti perlindungan hak konsumen Muslim malah dikorbankan," pungkasnya.
Invincible Italia Juara Voli VNL 2025 Bukan Mission Impossible, Egonu Cs di Ambang Sejarah |
![]() |
---|
Rencana Macron Akui Palestina Dikecam Trump: Apa yang Dia Katakan Tidak Penting |
![]() |
---|
DPR Amerika Serikat Sahkan GENIUS Act: Stablecoin, Pilar Baru Hegemoni Dolar |
![]() |
---|
Polemik Transfer Data WNI ke AS, Mayjen Purn Gautama Ingatkan Publik, UU PDP Punya Aturan Ketat |
![]() |
---|
Hamas Tak Terima Disebut Egois setelah AS-Israel Tarik Tim dari Doha |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.