Kamis, 25 September 2025

Wajib Militer Bagi Pelajar Nakal

Pigai Usul Kebijakan Dedi Mulyadi Kirim Siswa ke Barak Diterapkan Nasional jika Berhasil

Menteri HAM Natalius Pigai sarankan pendidikan militer yang dicetuskan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bisa diterapkan masif di seluruh Indonesia.

|
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Bobby Wiratama
KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari
SISWA KE BARAK - Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai saat ditemui awak media di Graha Pengayoman Kemenko Kumham Imipas, Kuningan, Jakarta pada 31 Desember 2024. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan pendidikan militer yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar diterapkan masif di seluruh Indonesia jika implementasinya berhasil.  

"Di Jawa Barat itu bukan corporal punishment tapi mereka mau dididik mental, karakter, disiplin, dan tanggung jawab.

Kalau pendidikan yang berorientasi pada pembentukan disiplin, pembentukan mental, pembentukan karakter, dan pembentukan tanggung jawab, maka tidak melanggar HAM dan kami mendukung pemerintah Jawa Barat itu," katanya. 

Ditentang Amnesty

Di sisi lain, kebijakan Dedi Mulyadi itu ditentang oleh Amnesty Internasional Indonesia. 

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, memandang pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Disiplin militer, menurutnya tidak cocok untuk pertumbuhan anak karena metode militer sering kali melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tidak sesuai untuk anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan.

Usman Hamid memandang, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," kata Usman, Rabu (30/4/2025). 

Menurutnya, pendekatan yang dibutuhkan untuk menangani siswa bermasalah adalah pendekatan yang lebih holistik.

Pendekatan tersebut menurutnya termasuk dukungan psikologis, pendidikan khusus, dan bantuan sosial. 

"Metode militer tidak dirancang untuk menangani kebutuhan kompleks anak-anak tersebut, apalagi hak anak yang utama adalah bermain. Ada risiko trauma dan dampak jangka panjang," kata dia.

Diketahui, program pendidikan militer untuk pelajar di Jawa Barat mulai dilakukan pada Kamis (1/5/2025) kemarin. 

Sebanyak 39 siswa di Purwakarta yang sering melanggar akan mengikuti pembinaan di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta.

Sejumlah kurikulum khusus telah disiapkan untuk para siswa mulai pendidikan karakter, bela negara, psikologi, dan spiritualitas.

Materi selama 14 hari disusun oleh TNI, Polri, Pemda, dan berbagai instansi terkait.

(Tribunnews.com/Milani/Gita Irawan) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan