Ijazah Jokowi
Jika Ijazah Jokowi Tak Terbukti Palsu, Mahfud MD: Penggugat Tidak Dihukum bila Demi Kepentingan Umum
Mahfud mengatakan jika ijazah Jokowi terbukti tidak palsu, maka penggugat bisa tak dipidana jika tujuan gugatannya demi kepentingan umum.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengungkapkan penggugat ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) bisa tidak dihukum meski gugatannya tersebut tidak terbukti.
Mahfud menuturkan hal tersebut bisa terjadi jika memang tujuan penggugat untuk melayangkan gugatan terkait ijazah Jokowi demi kepentingan umum.
"Oleh sebab itu, untuk menyatakan benar dan tidak benar selain kepentingan materill ada lagi."
"Satu tuduhan bahwa orang itu sudah dianggap mencemarkan nama baik, atau memfitnah, atau menyiarkan berita bohong tetapi tentang sesuatu yang menyudutkan orang lain, itu bisa tidak dihukum meskipun dia salah kalau itu dilakukan untuk kepentingan umum," katanya dikutip dari siniar atau podcast di kanal YouTube Mahfud, Rabu (7/5/2025).
Mahfud mengungkapkan hal tersebut tertuang dalam Pasal 310 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun bunyi dari Pasal 310 ayat 3 KUHP yaitu:
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Selanjutnya, Mahfud juga menjelaskan adanya yurisprudensi dari putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 882 Tahun 2010 yang bisa diterapkan dalam kasus ijazah Jokowi.
Adapun duduk perkara dalam vonis tersebut yaitu ketika ada seseorang yang didakwa melakukan pencemaran nama baik karena telah menuduh orang lain melakukan korupsi.
Pada perkara ini, MA memutuskan bahwa terdakwa tersebut bersalah dan dijatuhi vonis 6 bulan.
"Ada seseorang mencemarkan nama baik orang dengan tuduhan korupsi. Dihukum orang ini karena menyebarkan sebuah berita yang katanya korupsi, ternyata kata Mahkamah Agung tidak."
Baca juga: Mahfud MD Yakin Pengadilan Negeri dan PTUN Bakal Tolak Gugatan soal Kasus Ijazah Jokowi
"Sehingga orang ini dihukum enam bulan, 'kamu dihukum enam bulan, masa percobaan satu tahun'," kata Mahfud.
Namun, pada saat yang bersamaan, orang tersebut turut digugat secara perdata terkait tuduhan yang sama di pengadilan.
Ternyata, hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap orang tersebut.
Dengan adanya dua putusan berbeda itu, Mahfud mengatakan orang tersebut mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Lalu, dalam putusan PK, orang tersebut ternyata tetap divonis bebas.
"Menang di perdata, dihukum di pidana. Lalu dia mengajukan PK dan (putusan) PK menyatakan orang ini bebas," jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan dalam kasus di atas, dia ingin menjelaskan terkait keharusan tertib hukum dalam berperkara.
Pasalnya, pada kasus ijazah Jokowi ini, terlebih dahulu ada laporan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ke Bareskrim Polri pada 9 Desember 2024 lalu dan dianggap sebagai laporan pidana utama.
Kemudian, setelah itu, Jokowi baru melaporkan secara langsung ke Polda Metro Jaya terhadap lima orang terkait pencemaran nama baik pada 30 April 2025 dan merupakan laporan pidana ikutan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menuturkan jika laporan dari TPUA telah diputuskan, maka otomatis laporan Jokowi ke Polda Metro Jaya akan diproses setelahnya.
Lalu, dia mengatakan jika laporan TPUA tidak terbukti, maka pihak penggugat tersebut bisa tidak digugat oleh Jokowi jika memang tujuan pelaporannya untuk kepentingan umum.
Sehingga, laporan Jokowi di Polda Metro Jaya tidak bisa dilanjutkan.
Namun, ketika laporan TPUA tersebut hanya semata-mata bertujuan untuk memfitnah Jokowi, maka laporan mantan Wali Kota Solo itu tetap bisa dilanjutkan.
"Itu pentingnya tertib kalau ada dua perkara. Jadi, lihat pidana utamanya dulu baru (pidana) ikutannya. Kalau pidana utama sudah final apapun keputusannya, ikutan itu akan menentukan dia benar itu melakukan itu, maka pidana ikutan di Polda itu tidak jalan."
"Oh, dia (TPUA) tidak benar tetapi demi kepentingan umum, ini (laporan Jokowi) tidak jalan. Oh dia tidak benar dan memang fitnah, masuk di sini perkara yang pidana ikutan itu," beber Mahfud.
Mahfud Sebut Jokowi Tetap Presiden Sah meski Ijazahnya Terbukti Palsu
Sebelumnya, Mahfud juga sempat mengomentari terkait kasus ijazah Jokowi tersebut ketika menjadi pembicara di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan tersebut, dirinya mengungkapkan jika ijazah Joko Widodo (Jokowi) terbukti palsu, maka tetap sah menjadi Presiden ke-7 RI.
Mahfud juga mengungkapkan, seluruh kebijakan yang dibuat oleh Jokowi selama menjadi presiden tetap sah secara ketatanegaraan, meski ijazahnya terbukti palsu.
"Taruhlah, betul tuh ijazah Pak Jokowi palsu misalnya, lalu ada yang mengatakan begini 'kalau betul ijazah Pak Jokowi palsu, maka seluruh keputusan-keputusannya selama menjadi Presiden batal atau tidak sah'."
"Saya bilang ndak lah. Apa hubungannya? Itu kan hukum tata negaranya," kata Mahfud, dikutip dari kanal YouTube miliknya pada Minggu (4/5/2025).
Mahfud juga menuturkan, jika pengadilan memutuskan ijazah Jokowi palsu dan menyatakan segala kebijakannya batal, maka negara akan bubar.
Dia mencontohkan terkait gelaran Pemilu 2024 yang lalu di mana seluruh aturan hingga mekanisme diteken oleh Jokowi.
Lalu, jika ada putusan dari pengadilan, ijazah Jokowi palsu dan semua kebijakannya dinyatakan tidak sah, maka hasil Pemilu 2024, otomatis juga tidak sah dan perlu diulang.
Terkait hal tersebut, Mahfud menegaskan hakim tidak mungkin untuk mengetok palu putusan tersebut.
"Kalau pendekatan hukum tata negara dan hukum administrasi negara, itu dalilnya keputusan yang sudah dibuat secara sah oleh kedua belah pihak, itu harus dijamin kepastian hukumnya," katanya.
Namun, Mahfud menuturkan Jokowi tetap akan disanksi pidana jika memang ijazahnya terbukti palsu.
"Kalau pidana bisa ya, karena itu personal dan bukan terkait keputusan ketatanegaraannya," jelasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.