Wacana Pergantian Wapres
Mahfud MD Bicara Peluang Gibran Dimakzulkan Inkonstitusional, Ingatkan Lengsernya Sukarno & Gus Dur
Mahfud mengungkapkan peluang Gibran bisa dimakzulkan secara inkonstitusional. Hal itu bisa terjadi seperti saat Sukarno dan Gus Dur lengser.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, berbicara peluang Gibran Rakabuming Raka bisa dimakzulkan sebagai Wakil Presiden RI, secara inkonstitusional.
Mulanya, Mahfud menilai Gibran akan sulit untuk dimakzulkan jika dilakukan secara konstitusional ketika melihat hitung-hitungan politik saat ini.
Pasalnya, koalisi pemerintah di parlemen begitu besar sehingga dianggap kecil peluang para anggota dewan mau untuk memakzulkan Gibran.
"Praktiknya akan susah, karena apa? Untuk memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden itu harus diputuskan dulu oleh sidang pleno DPR yang dihadiri oleh minimal dua pertiga dari seluruh anggota."
"Dua pertiga yang hadir ini harus setuju bahwa ini harus dimakzulkan karena terbukti melakukan hal tercela. Bayangkan secara politik... ndak mungkin karena koalisi Pak Prabowo sudah 81 (persen)," katanya, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Rabu (7/5/2025).
Namun, Mahfud mengingatkan, dalam sejarah, mayoritas pemakzulan terhadap Presiden tidak secara konstitusional.
Lalu, dia mencontohkan dua peristiwa pemakzulan di Indonesia, yaitu terhadap Presiden pertama RI, Sukarno, dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Mahfud menjelaskan dalam pelengseran Sukarno tidak dilakukan sesuai aturan perundang-undangan.
Sebab, sang Proklamtor dipaksa untuk menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) oleh Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (AD).
Padahal, sambung Mahfud, secara aturan saat itu, MPRS yang seharusnya menjadi lembaga negara yang bisa memberhentikan Sukarno.
Baca juga: Pemakzulan Gibran Dianggap Sangat Sulit Secara Politik, Mahfud Singgung Koalisi Besar Prabowo-Gibran
Dia mengatakan Supersemar tersebut ternyata dijadikan alat untuk melengserkan Sukarno oleh Soeharto.
Lalu, Mahfud mengungkapkan seluruh anggota MPRS saat itu diganti oleh pendukung Soeharto demi merontokkan dukungan politik terhadap Sukarno.
"Ada ketentuan MPR bisa memberhentikan Presiden karena Presiden mandataris MPR. Lalu, pada waktu itu, Bung Karno dipaksa mengeluarkan Supersemar, dari Supersemar itu menjadikan alat untuk merampas kekuasaan melalui rekayasa-rekayasa ketatanegaraan secara politik."
"Anggota MPRS-nya diganti dulu dengan pendukung-pendukung Orde Baru lalu (Sukarno) disidang dua tahun setelah peristiwa G30S," jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan, setelah itu, Sukarno baru digantikan Soeharto pada 1967, agar terkesan estafet kepemimpinan dilakukan secara konstitusional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.