Alasan Alumni FKUI Desak Menkes Budi Gunadi Dicopot, Dinilai Kelewatan Urusi Kebijakan Kesehatan
Sejumlah sikap Budi Gunadi yang dianggap sudah kelewatan berkaitan dengan pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan, tak mau dengarkan masukan.
TRIBUNNEWS.COM - Muncul petisi mengenai desakan agar Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, diganti.
Usulan ini pertama kali digaungkan Sekretariat Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa.
Dalam petisi di change.org yang dibuat pada 4 Mei 2025 tersebut sudah ada 5.735 orang yang menandatangani.
Petisi itu menyerukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengganti Budi Gunadi Sadikin.
Alasannya, selama menjabat sebagai Menkes, Budi dianggap telah mengeluarkan kebijakan dan pernyataan yang tidak berpihak kepada rakyat, tidak berdasar pada data ilmiah, dan mencederai nilai-nilai profesionalisme kesehatan.
Seruan agar Presiden Prabowo mengganti atau me-reshuffle Budi Gunadi Sadikin juga datang dari Ikatan Alumni (ILUNI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Tak jauh berbeda dari petisi tersebut, Alumni FKUI juga menilai Budi Gunadi yang sudah menjabat Menkes sejak era Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) itu, sudah kelewatan dalam sejumlah hal yang berkaitan dengan kesehatan.
"Kami menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengganti Menteri Kesehatan. Jadi saya (katakan) jelas, karena sudah kelewatan," ujar Ketua Iluni FKUI, Wawan Mulyawan, di Gedung FKUI Salemba, Jakarta, Selasa (20/5/2025), dilansir Kompas.com.
Adapun, sejumlah sikap Budi Gunadi yang dianggap sudah kelewatan berkaitan dengan pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan.
Bahkan, pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bawah pimpinan Budi juga dinilai tak mendengar masukan dari Iluni FKUI, sebelum pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Mohon maaf, (Kemenkes) hanya masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Kami bertemu langsung dengan Pak Menkes saat itu, beraudiensi, memaparkan revisi dan kami ajukan," ujar Wawan.
Karena hal tersebut, Iluni FKUI mendukung sikap guru besar FKUI yang sebelumnya telah menyuarakan evaluasi terhadap kebijakan Kemenkes.
Ada sekitar 146 guru besar yang menandatangani pernyataan kekecewaan terhadap kebijakan Budi Gunadi tersebut.
Baca juga: Muncul Petisi Desakan Agar Menkes Budi Gunadi Sadikin Dicopot, Sudah Ditandatangani 5.735 Orang
"Kami yakin bahwa ketika melawan dan memperjuangkan yang benar, seluruhnya pasti akan mendukung, termasuk masyarakat," ujar Wawan.
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi disorot dalam beberapa waktu terakhir, dimulai dari mutasi Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim B Yanuarso.
Kemudian, hal yang disoroti dalam petisi adalah kebijakan sepihak menghentikan pendidikan dokter spesialis (PPDS), membuat pernyataan tidak pantas dan merendahkan profesi kesehatan, mendukung pembukaan fakultas kedokteran tanpa rencana distribusi SDM, kinerja lemah dalam memperbaiki indikator kesehatan nasional, hingga meminta dan mendorong rakyat membeli asuransi swasta serta promosi kebijakan melalui influencer.
Selain itu semua, sejumlah pernyataan kontroversial Budi Gunadi juga menjadi perhatian, seperti ukuran celana, usia penderita diabetes, hingga gaji yang berkorelasi dengan kepintaran seseorang.
Pengamat Menduga Budi Gunadi Sedang 'Bermain Api'
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio, menyoroti gaya komunikasi Budi Gunadi yang belakangan memicu kontroversi.
Pernyataan Budi Gunadi belakangan ini dianggap menyerupai strategi politikus yang tengah mencari perhatian untuk Pemilu 2029.
Hensa, sapaan akrabnya, mengatakan Budi Gunadi mungkin sedang bermain api dengan kontroversi-kontroversi yang ditimbulkan.
Bahkan, Hensa menduga Budi Gunadi ingin maju juga menjadi kandidat Wakil Presiden (Wapres) pada 2029 mendatang.
"Pak Menkes ini mungkin sedang ‘bermain api’ dengan kontroversi-kontroversi ini. Ada yang bilang dia mau jadi kandidat Wapres di 2029, bersaing dengan anak bos besar, mungkin anak Pak Jokowi atau tokoh lain dari Jawa Barat," kata Hensa kepada wartawan, Senin (19/5/2025).
Namun, di sisi lain, Hensa menilai Budi Gunadi mungkin juga memiliki niat baik dalam menyampaikan pesan kesehatan, seperti soal ukuran celana atau hubungan gaji dengan kesehatan.
Hanya saja, cara penyampaiannya kurang tepat karena dapat memicu salah paham di kalangan masyarakat.
"Saran saya buat Menkes, hati-hati dengan cara komunikasi. Kalau maksudnya baik, tapi penyampaiannya salah, ya sia-sia," ujar Hensa.
Hensa lantas mengingatkan, Presiden Prabowo tidak menyukai menteri yang memicu kegaduhan serta gagal menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan.
Dalam konteks permasalahan Budi Gunadi ini, stakeholder utama adalah kalangan dokter dan tenaga kesehatan.
Hensa kemudian mencontohkan kasus Satrio Brodjonegoro, mantan Menteri Riset dan Teknologi yang dicopot setelah menghadapi protes dari jajarannya.
"Ini masalahnya, Presiden Prabowo itu tidak suka menteri yang bikin gaduh, apalagi yang tidak bisa menjaga hubungan baik dengan stakeholder. Buktinya dulu ada menteri yang didemo anak buahnya sendiri, akhirnya diganti," ujarnya.
Menurut Hensa, jika Budi terus melontarkan pernyataan kontroversial, posisinya sebagai Menteri Kesehatan berpotensi terancam.
"Mungkin dia paham bahwa sebagai figur politik viral nomor satu meski blunder, tapi jika terus membuat kontroversi, dan Pak Prabowo tak suka dengan jajarannya yang gaduh, saya melihat Menkes sudah di ujung tanduk," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Willy Widianto/Fersianus Waku) (Kompas.com/Nawir Arsyad)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.