Senin, 11 Agustus 2025

Aksi Ojek Online

Pengemudi Ojol Temui Komisi V DPR, Usulan Audit Aplikator Mencuat hingga Wacana Pemanggilan Menhub

Adian menyinggung model bisnis di negara lain, seperti India, di mana tidak ada lagi sistem potongan, melainkan sistem langganan aplikasi.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
POTONGAN APLIKASI OJOL - Puluhan asosiasi pengemudi angkutan umum berbasis aplikasi atau driver ojol (ojek online), menyuarakan penurunan potongan biaya aplikasi menjadi 10 persen. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengungkapkan, selama ini aplikator memotong di atas 20 persen. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI pada Rabu (21/5/2025). 

Ia juga mempertanyakan dasar hukum dari pemungutan biaya-biaya tersebut.

“Dasar hukum ini apa? Dasar hukum 20 persen? Ada. Tapi dasar hukum ini apa? Rp 15.300. Dari tagihan Rp 36 ribu. Ini dari konsumen. Dari pemesan diambil sekian, dari driver diambil sekian. Gitu loh,” ujarnya

Ia bahkan memperkirakan, dengan jumlah pengguna dan order yang sangat besar, aplikator bisa meraup pendapatan hingga Rp 92 miliar per hari. 

“Kalau kemudian misalnya dari driver dia dapat 10 ribu rupiah. Per orderan. Lalu dari konsumen dia dapat 10 ribu rupiah. Kita kalikan dengan jumlah driver mereka, dan jumlah mercana mereka 4,2, berarti mereka dapatkan paling tidak 92 miliar per hari,” ucapnya.

Lebih lanjut, Adian menyinggung model bisnis di negara lain, seperti India, di mana tidak ada lagi sistem potongan, melainkan sistem langganan aplikasi bagi para driver.

“Yang ada driver berlangganan aplikasi. Seperti kita berlangganan berita Tempo, berlangganan berita Kompas. Nah, potongan langganan ini berlaku tetap. Nah itulah nanti masa depan driver online hubungannya dan aplikasi, sangat logis,” ujarnya.

Adian menegaskan bahwa berbagai potongan dan biaya yang diterapkan aplikator harus dievaluasi. 

Dia menyebut, beberapa di antaranya bahkan tidak memiliki dasar hukum.

“Biaya ini semua ada nih. Biaya layanan dan biaya jasa dan aplikasi. Ini langsung ke aplikator. Rp12.000, Rp10.000. Dan lebih menyakitkan, biaya ini tidak punya dasar hukum sama sekali,” ucapnya.

Adian juga menyoroti praktik 'slot’ ‘aceng', yaitu sistem algoritma yang mengatur siapa yang mendapat order berdasarkan pembayaran tambahan yang dilakukan driver.

Sebab itu dia meminta audit pihak aplikator.

“Untuk dapat order, mereka bayar lagi Rp20.000 per hari. Sudah mereka dapat bayar Rp20.000 per hari, lalu konsumen memesan, dipotong lagi. Persentasinya 20 persen minimal sampai 50 persen. Pernah tidak kita lakukan audit investigatif untuk keuangan ini?” ucap Adian.

Adian melihat, kondisi tersebut sangat merugikan driver online dan menciptakan praktik yang tidak adil. 

Sebab itu, Adian meminta agar praktik-praktik seperti ini menjadi perhatian serius dan segera dibahas secara menyeluruh dalam regulasi mendatang.

“Mereka bayar untuk dapatkan order prioritas. Di luar potongan. Kejam sekali pimpinan,” pungkasnya.

Baca juga: Polisi Usir Pengemudi Ojol yang Mau Demo di Depan Gedung DPR/MPR

Wacana Pemanggilan Menhub

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan