Minggu, 21 September 2025

Setara Institute Sebut Perpres Perlindungan Jaksa Salah Secara Materiil dan Formil

Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan langkah penerbitan Perpres tersebut salah dan bermasalah. 

KOMPAS IMAGES
PERLINDUNGAN JAKSA - Direktur Setara Institute, Hendardi, soroti langkah Presiden Prabowo meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres 66/2025). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setara Institute buka suara mengenai langkah Presiden Prabowo meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres 66/2025).

Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan langkah penerbitan Perpres tersebut salah dan bermasalah. 

"Perpres 66/2025 salah secara materiil dan formil, dari sisi muatan dan prosedur pembentukan," kata Hendardi, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (26/5/2025).

Ia menjelaskan, satu-satunya dasar hukum yang digunakan oleh Perpres 66/2025 adalah Pasal 4 UUD Negara RI tahun 1945 yang mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. 

Hendardi kemudian menuturkan, Perpres sama sekali tidak mendasarkan pada UU TNI padahal Perpres tersebut melegitimasi pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan kejaksaan, bahkan Perpres tidak untuk merujuk UU Kejaksaan itu sendiri. 

"Secara hukum hal tersebut merupakan bentuk legalisme otokratis (autocratic legalism) yang menegaskan kecenderungan pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan politik pemerintahan semata," ucapnya.

Dari sisi prosedur, Hendardi menilai Perpres 66/2025 tidak taat prosedur. Seharusnya pembentukan Perpres melalui dua prosedur, program penyusunan Perpres (Progsun) atau di luar progsun. 

Adapun proses Perpres melalui Progsun panjang dan pasti memakan waktu lama. Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dapat mengajukan Rancangan Perpres di luar Progsun Perpres jika ada kebutuhan untuk melaksanakan UU atau putusan MA. 

Lanjutnya, Perpres melalui prosedur di luar Progsun dapat dilakukan dalam keadaan tertentu untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik, atau bencana alam. 

"Patut diduga prosedur tersebut diterabas, untuk memberikan legitimasi secara cepat dan instan atas ‘main mata’ kejaksaan dan TNI yang dasar hukumnya juga salah yaitu MoU antara Kejaksaan dengan TNI," jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya, secara objektif, tidak ada ancaman sistematis dan massif yang nyata terhadap kinerja kejaksaan dalam penegakan hukum sehingga membutuhkan peraturan perundang-undangan khusus dalam bentuk Perpres.

Hendardi menyebut, Perpres 66/2025 tersebut juga bermasalah, setidaknya karena dua dampak yang akan ditimbulkan. 

Pertama, pengamanan kejaksaan oleh TNI dalam jangka panjang akan melegalisasi pelibatan militer dalam proses-proses penegakan hukum oleh Kejaksaan. 

"Kedua, Perpres akan secara lebih terbuka memantik gesekan dan mencampuradukan kewenangan khususnya antara tiga lembaga; Kejaksaan, Polri dan TNI," pungkasnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan