Pakar Hukum: Unjuk Rasa Tak Boleh Langgar Hukum Demi Kebebasan Berpendapat
Ia mengingatkan bahwa aksi demonstrasi tetap memiliki batasan hukum yang jelas, terutama terkait potensi kekerasan atau kerusuhan.
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Aksi unjuk rasa yang berujung pada tindakan anarkis dalam beberapa pekan terakhir mengundang perhatian publik dan pakar hukum.
Di tengah meningkatnya eskalasi sosial, perdebatan soal batas kebebasan berpendapat kembali mencuat.
Pakar Hukum Tata Negara, Rahmatullah Rorano S. Abubakar menegaskan bahwa kebebasan berekspresi memang dijamin oleh konstitusi.
Namun, hal itu tidak bersifat mutlak dan tetap harus berada dalam koridor hukum.
"Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ini merupakan pilar penting dalam negara hukum yang demokratis," ujar Rorano kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2025).
Ia menambahkan, penyampaian pendapat di muka umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Regulasi ini memberi ruang kepada masyarakat untuk turut serta dalam proses demokrasi, termasuk lewat aksi demonstrasi.
Namun, Rorano menekankan bahwa kebebasan tersebut tidak dapat digunakan secara sewenang-wenang.
Baca juga: Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos Ogah Balik dan Minta Penangguhan di Singapura, KPK: Belum Disetujui
Ia mengingatkan bahwa aksi demonstrasi tetap memiliki batasan hukum yang jelas, terutama terkait potensi kekerasan atau kerusuhan.
"Prinsipnya adalah bahwa kebebasan berekspresi harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Ada batasan-batasan hukum yang perlu diperhatikan, seperti larangan terhadap ujaran kebencian, hasutan, atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan dan kerusuhan," jelasnya.
Menurutnya, tindakan anarkis dalam unjuk rasa merupakan bentuk pelanggaran hukum yang tidak hanya merugikan kepentingan umum, tetapi juga mengancam stabilitas sosial.
Karena itu, aparat penegak hukum dinilai memiliki landasan kuat untuk bertindak tegas secara proporsional terhadap pelaku.
"Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, khususnya Pasal 16, secara jelas menyatakan bahwa penyampaian pendapat yang dilakukan dengan melanggar hukum dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tegaskan Proses Hukum 16 Mahasiswa Trisakti Tersangka Demo Ricuh Tetap Berlanjut
Di sisi lain, Rorano menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan semangat demokrasi.
Negara, menurutnya, wajib hadir untuk menjamin ketertiban umum tanpa mengabaikan hak-hak konstitusional warga.
"Jangan sampai semangat menyampaikan pendapat justru menabrak hukum dan merugikan sesama warga negara. Demokrasi bukan berarti bebas tanpa batas, tapi kebebasan yang dibingkai dengan tanggung jawab," tutupnya.
Ribuan Berunjuk Rasa di Ukraina saat Zelenskyy Tandatangani RUU yang Melemahkan Lembaga Anti-Korupsi |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Kekeh Larang Study Tour, Pelaku Pariwisata Kecewa dan Ngadu ke DPRD Jabar |
![]() |
---|
1.600 Turis Israel Gagal Piknik, Kapal Pesiar Ditolak di Yunani, Disambut Spanduk Dilarang Turun |
![]() |
---|
Zelensky Batasi Otonomi Lembaga Antikorupsi, Picu Protes Terbesar di Kyiv Sejak 2022 |
![]() |
---|
Demo Tolak RUU KUHAP, Koalisi Sipil: Paradigmanya Masih Otoriter |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.