Selasa, 28 Oktober 2025

Wacana Pergantian Wapres

Fraksi Golkar MPR Tegaskan Usul Pemakzulan Gibran Tak Bisa Ditindaklanjuti: Tak Ada Alasan Kuat

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng, menegaskan  usul pemakzulan Gibran tak bisa ditindaklanjuti

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Kompas.com/Rahel
USULAN GIBRAN DIMAKZULKAN - Foto Gibran Rakabuming Raka saat berada di Kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/2023). Fraksi Golkar MPR RI menyebut tidak ada alasan dan dasar hukum yang kuat untuk memakzulkan Gibran dari kursi RI-2. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng, menegaskan usulan mempercepat pemakzulan atau impeachment Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI tidak bisa ditindaklanjuti. 

Sebab tidak ada alasan dan dasar hukum yang kuat, untuk memakzulkan Gibran dari kursi RI-2.

Hal itu disampaikannya merespons surat dari forum purnawirawan TNI, yang mendesak agar proses pemakzulan Gibran dipercepat.

"Tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada alasan yang kuat dan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang ada. Bagaimana mau kita melakukan itu kita negara hukum kok melanggar hukum," kata Mekeng saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (4/6/2025).

Mekeng menjelaskan wacana pemakzulan terhadap pejabat negara, termasuk wakil presiden, tidak bisa dilakukan secara sembarangan. 

Ia menekankan pentingnya menjadikan hukum sebagai landasan utama dalam setiap proses ketatanegaraan.

"Yang pasti, negara kita negara hukum. Artinya semua itu harus sesuai tata aturan hukum perundang-undangan yang berlaku," ucapnya.

Mekeng menyatakan bahwa Fraksi Partai Golkar di MPR RI menghormati hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat.

Namun dirinya menekankan bahwa segala proses politik harus tetap berlandaskan pada hukum.

"Tapi juga memang setiap orang punya hak untuk menyampaikan pendapat, kita apresiasi itu. Bagi kami, Fraksi Partai Golkar MPR RI, kita harus mengacu kepada aturan-aturan yang ada. Pemakzulan itu kan tidak bisa dilakukan begitu saja karena kita tidak suka," katanya.

Menurutnya, pemakzulan hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang secara tegas diatur oleh konstitusi, seperti jika seorang pejabat meninggal dunia atau terbukti melanggar undang-undang.

"Orang bisa dimakzulkan kalau dia meninggal, atau dia melanggar undang-undang, itu baru bisa. Kalau tidak ada, kan tidak bisa. Dasarnya enggak kuat," ucap Mekeng.

Ia juga menyebutkan bahwa pelanggaran hukum yang dapat menjadi dasar pemakzulan harus berupa tindak pidana yang jelas, seperti korupsi atau pelanggaran hukum berat lainnya.

"Jadi kita menghormati orang menyampaikan pendapat. Tetapi menurut hemat saya, pemakzulan itu tidak bisa dilaksanakan kalau tidak ada pelanggaran yang memang ada aturan atau UU yang dilanggar, misalnya korupsi atau tindak pidana yang lain," pungkasnya.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved