Jumat, 19 September 2025

Sekolah Gratis

Sekolah Swasta Gratis Mungkin Diterapkan Tahun 2026, Terutama SD dan SMP

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti menyebut aturan sekolah swasta gratis mungkin akan diterapkan pada tahun 2026.

Tribun Jabar/Gani
ILUSTRASI SISWA - Aturan sekolah swasta gratis mungkin akan diterapkan pada tahun 2026. Putusan sekolah gratis bagi SD sampai SMA swasta akan masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). 

TRIBUNNEWS.COM - Aturan sekolah swasta gratis mungkin akan diterapkan pada tahun 2026.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti.

My Esti mengungkapkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar diberikan gratis, termasuk di sekolah swasta bersifat final dan mengikat.

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu menyebut putusan sekolah gratis bagi SD sampai SMA swasta akan masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

RUU Sisdiknas saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR.

“Keputusan MK untuk gratis pendidikan dasar, terutama SD-SMP, itu adalah keputusan yang sudah final dan mengikat. Maka segera harus kita atur di dalam RUU Sisdiknas maupun juga kita atur di dalam regulasi yang lain dan segera harus kita bahas dengan kementerian," ungkap My Esti dalam keterangan resminya, Selasa (10/6/2025).

Esti menjelaskan kebijakan ini belum dapat langsung diimplementasikan pada tahun 2025 karena belum ada alokasi anggaran.

Tetapi, ia memastikan DPR akan segera membahasnya sehingga pelaksanaan putusan MK bisa diterapkan pada tahun ajaran 2026 mendatang dan akan dijelaskan secara spesifik dalam RUU Sisdiknas.

“Karena memang anggarannya belum teralokasi pada tahun anggaran 2025, maka sulit bagi kami untuk mengatakan harus berjalan 2025,” ungkap Esti.

“Tetapi ketika mengatakan bahwa itu akan dilakukan di 2026, nah itulah yang kemudian sekarang kami akan segera diskusikan secara lebih mendalam,” lanjutnya.

MK diketahui mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Baca juga: Abdul Muti Sebut Putusan MK soal Sekolah Gratis Harus Dilaksanakan, tapi Ngobrol Dulu dengan Menkeu

Pemerintah diperintahkan untuk menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun untuk masyarakat di sekolah swasta.

Dalam putusannya, MK menegaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus menjamin terwujudnya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar secara gratis.

Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Esti bersyukur atas putusan MK ini mengingat kewajiban negara memfasilitasi pendidikan dasar rakyat merupakan amanat konsitusi UUD 1945.

Tetapi, Esti menegaskan kebijakan ini perlu diatur dengan baik, khususnya terkait kesiapan anggaran dan ketentuan teknis.

"Karena putusan MK ini kan tidak hanya berbicara SD-SMP itu gratis baik negeri maupun swasta, tetapi ada aturan-aturan dan putusan-putusan lainnya yang mengikuti mengenai hal itu,” jelas Esti.

“Apakah itu sesuai dengan standar pendidikan dan kurikulum yang ditetapkan oleh kementerian, kemudian juga dengan ketentuan-ketentuan tertentu terkait dengan pengelolaan dan pengawasan, dan yang lain-lain," tambahnya.

Sebagai informasi, RUU Sisdiknas yang tengah dibahas DPR bersama Pemerintah akan mengatur sistem pendidikan nasional di Indonesia. RUU ini bertujuan untuk menggantikan dan menyempurnakan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 

RUU Sisdiknas perubahan ini diharapkan dapat memperbarui dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karenanya, putusan MK terkait sekolah gratis akan turut dimasukkan dalam beleid tersebut. 

Sekolah Berkurikulum Internasional Tetap Bisa Pungut Biaya

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan pemerintah untuk menggratiskan pendidikan dasar SD-SMP baik bagi sekolah negeri maupun swasta.

Namun, sekolah swasta yang menerapkan kurikulum internasional atau memiliki keunggulan khusus dinilai tidak termasuk dalam kategori yang wajib digratiskan negara.

Hal itu menjadi bagian dari pertimbangan Mahkamah dalam putusan perkara Nomor Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang dibacakan pada Selasa (27/5/2025).

“Mahkamah berpendapat bahwa sepanjang berkenaan dengan bantuan pendidikan untuk kepentingan peserta didik yang bersekolah di sekolah/madrasah swasta, maka tetap hanya dapat diberikan kepada sekolah/madrasah swasta yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan,” kata hakim Enny Nurbaningsih.

Enny menjelaskan, banyak sekolah atau madrasah swasta di Indonesia yang menerapkan kurikulum tambahan seperti kurikulum internasional atau keagamaan sebagai kekhasan dan nilai jual.

Peserta didik yang memilih sekolah tersebut tidak semata karena keterbatasan akses ke sekolah negeri, melainkan karena alasan preferensi.

Karena itu, menurut Mahkamah, tidak semua sekolah swasta dapat digolongkan ke dalam kategori penerima pembiayaan wajib dari negara.

Negara hanya wajib menjamin pembiayaan sekolah swasta yang memang berfungsi mengisi kekosongan akses pendidikan dasar, khususnya di wilayah yang tidak terjangkau sekolah negeri.

“Dalam rangka menekan pembiayaan yang membebani peserta didik, khususnya dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar, negara harus mengutamakan alokasi anggaran pendidikan untuk sekolah atau madrasah swasta yang diselenggarakan masyarakat, dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan dari sekolah atau madrasah swasta tersebut,” jelas Enny.

Namun, bantuan dari negara kepada sekolah swasta tetap harus melalui mekanisme seleksi.

MK menyatakan, bantuan hanya bisa diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan, memiliki tata kelola yang baik, dan akuntabilitas penggunaan anggaran.

Mahkamah juga mengakui masih ada sekolah swasta yang tidak pernah menerima bantuan pemerintah dan menjalankan pendidikannya dengan pembiayaan penuh dari peserta didik.

Dalam kondisi seperti itu, tidak rasional jika sekolah tersebut dilarang memungut biaya sama sekali, apalagi dengan keterbatasan anggaran negara.

“Terhadap sekolah atau madrasah swasta dimaksud tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungan sekolah madrasah swasta dimaksud untuk menjadi peserta didik dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu,” jelas Enny.

“Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan atau pemerintah daerah,” sambungnya.

(Tribunnews.com/Wahyu G Putranto, Mario C Sumampow)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan