Tambang Nikel di Raja Ampat
Tak Cukup Cabut Izin Tambang, DPR Juga Minta Pemerintah Pulihkan Lingkungan Raja Ampat yang Rusak
Anggota Komisi XII DPR minta Pemerintah juga memulihkan lingkungan Raja Ampat yang mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
“Bahkan bisa-bisanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan yang sangat bertentangan dengan UU,” ujar Mufti.
“Belum lagi adanya respons sejumlah pejabat yang terkesan membela aktivitas tambang lalu muncul narasi-narasi yang bertentangan dengan suara masyarakat asli Papua,” imbuhnya.
Dikatakan Mufti, Raja Ampat merupakan kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan zona industri ekstraktif.
Jadi, menurutnya, tidak masuk akal jika muncul izin-izin pertambangan di kawasan Raja Ampat.
“Sudah cukup hutan habis, laut rusak, masyarakat adat digusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang akan menjadi modal kehidupan masa depan,” kata Mufti.
Berdasarkan analisis Greenpeace, disebutkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah rusak akibat penambangan nikel dan sedimentasi di Raja Ampat yang mengancam terumbu karang serta kehidupan bawah laut.
Bahkan, dalam video yang dirilis Greenpeace, terlihat adanya pembukaan lahan di tengah pulau yang diduga sebagai lokasi tambang aktif.
Atas hal yang terjadi itu, Mufti menyebut ketegasan dari Pemerintah dengan menutup izin tambang bermasalah memang dibutuhkan.
Lantaran, perkara ini terkait dengan komitmen perlindungan terhadap lingkungan, dan integritas dalam menjalankan hukum.
“Kalau negara ini masih waras, memang sudah seharusnya aktivitas tambang bermasalah di Raja Ampat dihentikan. Karena Raja Ampat harus dilindungi, bukan dirusak! Dengarkan suara rakyat, bukan hanya suara pemilik modal,” kata cia
“Jangan jual surga dunia yang ada di Indonesia ke pengeruk keuntungan yang menyebabkan lingkungan rusak dan rakyat menderita,” sambung Mufti.
"Ini bukan persoalan baru. Aturan tentang larangan tambang di pulau-pulau kecil sudah jelas, tapi tetap saja izin pertambangan dikeluarkan. Pemerintah jangan menunggu viral dulu baru bergerak,” ungkapnya.
Di samping perkara viral, Mufti menilai yang perlu menjadi pertanyaan adalah bagaimana izin-izin tambang di kawasan Raja Ampat bisa muncul.
“Padahal jelas kriteria di pulau-pulau kecil secara hukum sudah dilarang untuk ditambang? Perlu juga dikroscek latar belakang dari perusahaan yang memiliki konsesi tambang. Bukan hanya tambang nikel, tapi juga termasuk emas dan batu bara,” kata Mufti.
Mufti pun mendesak Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) membuka data lengkap mengenai seluruh izin tambang di kawasan Raja Ampat, termasuk status hukum dan lokasi detailnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.