Selasa, 30 September 2025

Revisi UU Pemilu

Kemendagri Tidak Gunakan Metode Omnibus Law untuk Revisi UU Pemilu

Ia juga mengingatkan bahwa pembahasan RUU Pemilu jangan sampai hanya mengakomodir kepentingan elite politik.

Penulis: willy Widianto
Tribunnews.com/Fersianus Waku
BIMA ARYA SUGIARTO - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024). Terkini, Bima Arya menyampaikan perihal mater dan pembiara kegiatan pembekalan atau retreat kepala daerah yang akan digelar di Magelang, Jawa Tengah.  

Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona mengatakan bahwa selama ini pegiat teknologi dan pegiat kepemiluan selama ini selalu menjadi diskusi yang terpisah. Oleh karena itu, sekarang saatnya membicarakan hal ini bersama. Menurutnya, teknologi menciptakan efisiensi dari segi proses hingga pendanaan, namun ia juga menekankan perlu ada aturan soal ini.

“Suka tidak suka teknologi menyelesaikan masalah integritas. Demokrasi juga punya sisi negatif dan teknologi mungkin bisa menetralisir hal ini, teknologi ini bisa diaudit, walau dikatakan akan ada bias algoritma, namun hal ini tetap bisa dicek.” kata Afrimadona.

Terakhir, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang perlu dibahas dalam RUU Pemilu mendatang seperti sistem, aktor, penegak hukum, termasuk juga teknologi.

Harapannya semua ini harus bisa diselesaikan di tahun 2026 agar penyelenggara dan peserta pemilu 2029 mendatang dapat menyesuaikan dengan aturan yang baru.

Sayangnya, sudah setengah tahun sejak RUU Pemilu masuk Prolegnas 2025, proses pembahasan masih berjalan ditempat. Terkait penggunaan teknologi informasi berbasis kecerdasan buatan, Khoirunnisa mengamini urgensi penggunaan teknologi agar proses pemilu mendapat kepercayaan (trust) oleh masyarakat.

“Perlu dipikirkan bagaimana cara mendapat trust masyarakat dalam proses pemilu ini. Hal ini perlu dipersiapkan dengan maksimal termasuk dengan kerangka hukum, SDM, dan mempertimbangkan aspek politik dari pengembang teknologi ini,” jelas Khoirunnisa.

Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, juga ikut menanggapi diskusi ini. Menurutnya, perlu adanya inovasi pikiran, perbaikan struktur, dan aktor, dalam proses pembahasan RUU Pemilu.

“Dalam teknologi, bukan hanya soal biaya, mungkin bisa dilihat dari sisi lain juga. Kultur, struktur, dan regulasi benar-benar harus diperbaiki, karena dari teknologi juga banyak isunya.” kata Usep.

Karena itu RUU Pemilu perlu untuk segera dibahas dan tidak terkesan mangkrak, sekaligus tetap memperbanyak dialog terbuka dengan berbagai kalangan, sehingga tercipta proses demokrasi yang partisipatif dan menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan