Senin, 18 Agustus 2025

Wacana Pergantian Wapres

Surat Terbuka untuk DPR RI, THMP Tuding Usulan Pemakzulan Gibran Tak Berdasar dan Picu Kegaduhan

Melalui pernyataan resmi Tim Hukum Merah Putih (THMP) usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran tidak memiliki pijakan konstitusional

Foto: wapresri.go.id
PEMAKZULAN WAPRES GIBRAN - Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka bersamalaman dengan Presiden Prabowo Subianto di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Gibran menyambut kepulangan Prabowo dari lawatan di Timur Tengah. Melalui pernyataan resmi Tim Hukum Merah Putih (THMP) usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran tidak memiliki pijakan konstitusional 

TRIBUNNEWS.COM - Langkah sekelompok purnawirawan TNI yang mengajukan usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai respons keras dari Tim Hukum Merah Putih (THMP).

Melalui pernyataan resmi, THMP yang dikomandoi oleh C. Suhadi SH., MH., menegaskan usulan tersebut tidak memiliki pijakan konstitusional dan justru bisa memicu ketegangan politik yang tak perlu.

Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua DPR RI, THMP menyampaikan pandangan, upaya pemakzulan ini tidak hanya salah kaprah secara hukum, tetapi juga mengabaikan mekanisme konstitusi yang telah diatur secara jelas.

Pernyataan itu turut diteken oleh tiga tokoh utama THMP: C. Suhadi, Dr. H. Muh Eddy Gozali SH MH, dan M. Kunang SH MH, tertanggal 10 Juni 2025.

Menurut mereka, klaim sejumlah purnawirawan sebagai representasi masyarakat sipil tidak bisa serta-merta menjadi landasan untuk mengajukan pemakzulan.

"Pemakzulan bukanlah hak individu atau kelompok masyarakat sipil. Dalam UUD 1945 Pasal 7A, jelas disebutkan bahwa wewenang untuk mengusulkan pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden hanya ada di tangan DPR," tegas Suhadi, pada Rabu (11/6/2025).

Tak hanya mempertanyakan dasar konstitusinya, THMP juga menyoroti cara dan niat di balik pengajuan tersebut.

Mereka menyebut langkah itu tak dilengkapi bukti hukum yang kuat, hanya berdasar pada dugaan-dugaan seperti isu korupsi, kolusi, nepotisme, hingga pelanggaran etik—semuanya tanpa bukti konkret.

“Dalam proses hukum, dugaan tidak serta-merta menjadi bukti. Baik KUHAP maupun KUHPerdata menegaskan bahwa tuduhan harus dibuktikan secara sah. Tanpa itu, hanya jadi opini liar yang menyesatkan,” ujar Suhadi.

THMP bahkan membandingkan manuver ini dengan isu lama yang sempat diangkat oleh Roy Suryo dan rekan-rekannya soal keabsahan ijazah Presiden Jokowi, yang akhirnya tidak terbukti dan hanya menjadi wacana kontroversial tanpa dasar.

Lebih jauh, THMP memperingatkan, tuduhan tanpa bukti bisa berujung serius, bukan sekadar etika.

Baca juga: Akun Fufufafa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan Gibran? Mahfud MD Sebut Bisa, tapi Tidak Mudah

"Itu bisa dikategorikan fitnah. Dalam hukum, menyebar tuduhan tanpa dasar bisa dianggap perbuatan tercela, bahkan bisa dikenakan sanksi pidana," jelasnya.

Tak lupa, mereka juga mengingatkan kembali soal dasar hukum pencalonan Gibran sebagai wakil presiden.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi landasan pencalonannya, menurut THMP, sudah bersifat final dan tidak bisa diganggu gugat.

Putusan tersebut telah dijalankan oleh KPU dan mendapatkan persetujuan DPR.

“Putusan MK itu sudah menjadi hukum positif. Tidak ada ruang untuk meninjau ulang atau membatalkannya. Dalam sistem hukum kita, Mahkamah Konstitusi tidak mengenal banding atau kasasi,” jelas Suhadi.

Di akhir pernyataannya, THMP mengajak DPR RI untuk tetap berpegang pada konstitusi dan tidak terbawa arus tekanan atau opini publik yang tidak berdasar hukum.

“Mereka yang mengajukan usulan ini bukan wakil rakyat. Tidak punya kewenangan konstitusional. Maka, sudah semestinya seluruh usulan itu ditolak demi menjaga marwah hukum dan kestabilan politik bangsa,” tutup Suhadi.

Kata Mahfud MD

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, membantah narasi bahwa pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka harus sepaket dilakukan dengan Presiden Prabowo Subianto.

Mahfud lantas menyinggung soal lengsernya Presiden kedua RI, Soeharto, dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di mana dalam peristiwa tersebut, lengsernya kedua mantan pemimpin itu tidak diikuti oleh wakilnya.

Adapun dua Wakil Presiden saat itu adalah BJ Habibie yang mendampingi Soeharto dan Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan dari Gus Dur.

Justru, BJ Habibie berujung menggantikan Soeharto sebagai Presiden ke-3 RI dan Megawati menjadi Presiden ke-5 RI menggantikan Gus Dur.

"Kalau di dalam pengalaman, apakah bisa presiden dan wakil presiden jatuh secara terpisah? Kan sudah terjadi dua kali kan, Pak Harto jatuh Habibie yang naik, Gus Dur jatuh Bu Mega yang naik, itu bisa."

"Kan banyak orang yang bilang (Prabowo dan Gibran dimakzulkan) satu paket karena daftarnya ke KPU untuk Pemilu satu paket," katanya dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD, Rabu (11/6/2025).

Mantan Menkopolhukam mengatakan pemakzulan secara terpisah telah tertuang dalam Pasal 7A UUD 1945.

Dia juga menambahkan bahwa pemakzulan bisa dilakukan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan.

Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:

"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."

Baca juga: Akun Fufufafa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan Gibran? Mahfud MD Sebut Bisa, tapi Tidak Mudah

Terkait pasal tersebut, Mahfud menekankan kemungkinan Gibran tidak harus dimakzulkan sepaket dengan Prabowo tertuang dalam kalimat 'Presiden dan/atau Wakil Presiden'.

Dia mengatakan adanya penambahan frasa 'dan/atau' membuat pemakzulan bisa dilakukan terhadap salah satu saja yaitu presiden atau wakil presiden.

"Presiden dan/atau Wakil Presiden itu kan menandakan bisa diberhentikan dalam jabatannya kalau terjadi lima hal (pelanggaran hukum)," jelas Mahfud.

Jokowi Sempat Singgung soal Pemakzulan Gibran, Sebut Presiden-Wapres Satu Paket

Sebelumnya, mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) sempat buka suara soal usulan pemakzulan Gibran yang diterima oleh DPR dari Forum Purnawirawan TNI.

Dia menyinggung soal pemilihan presiden (Pilpres) di Indonesia dilakukan dalam satu paket.

"Pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin, kan, satu paket. Bukan sendiri-sendiri," katanya di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025) lalu.

Jokowi lantas membandingkan pilpres di Indonesia dan Filipina di mana di negara tersebut memilih presiden dan wakil presiden secara terpisah.

"Di Filipina itu (pemilihan presiden dan wapres) sendiri-sendiri. Di kita ini, kan, satu paket," jelasnya.

Meski demikian, Jokowi menilai upaya pemakzulan anaknya itu sebagai dinamika politik biasa.

"Bahwa ada yang menyurati seperti itu, itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa," kata Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan, Indonesia memiliki mekanisme ketatanegaraan untuk memakzulkan kepala negara di mana ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi untuk melengserkan presiden maupun wakilnya.

"Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru (bisa dimakzulkan)," kata dia.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Yohanes Liestyo Poerwoto/Rifqah)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan