Selasa, 9 September 2025

Polemik 4 Pulau Aceh dengan Sumut

Jusuf Kalla Sentil Pemerintah agar Tak Main-main dengan Perbatasan 4 Pulau: Ini Soal Harga Diri Aceh

JK menilai, persoalan ini tidak sekadar urusan administratif, melainkan menyangkut harga diri masyarakat Aceh.

Tribunnews.com/ Igman Ibrahim
POLEMIK PULAU ACEH - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025). Ia mengatakan keputusan pemerintah terkait perbatasan wilayah empat pulau yang disengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara tidak bisa diatur melalui Keputusan Menteri (Kepmen). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mengingatkan pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan soal perbatasan wilayah, khususnya terkait empat pulau yang dipersengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara.

JK menilai, persoalan ini tidak sekadar urusan administratif, melainkan menyangkut harga diri masyarakat Aceh yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan otonomi dan perdamaian.

“Bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat,” kata JK dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

Empat pulau yang disengketakan yakni Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, selama ini disebut berada dalam administrasi Kabupaten Aceh Singkil. 

JK menjelaskan warga di sana pun disebut telah rutin membayar pajak ke Pemkab Singkil.

JK menyebut polemik ini berpotensi melukai perasaan masyarakat Aceh jika pemerintah pusat tidak berhati-hati. 

Terlebih, dasar hukum pembentukan wilayah Aceh sudah sangat jelas mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, bukan sekadar perjanjian administratif antar daerah atau keputusan menteri.

“Kalau seperti Anda punya rumah, tiba-tiba ada yang mengklaim pagarnya, ‘oh ini pagar saya wilayah saya’, tentu marah kan? Nah, begitu juga perasaan masyarakat di sana,” ujar JK.

Ia mengingatkan, dalam MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM, sudah disepakati bahwa batas wilayah Aceh merujuk pada perbatasan tahun 1956. 

Kesepakatan itu, kata JK, bukan hanya soal administrasi, tapi upaya menjaga keutuhan Aceh pasca konflik.

“Tujuan kita waktu itu amanah pemerintah kepada delegasi untuk mencari penyelesaian yang diterima kedua pihak. Maka keluar Pasal 114 itu, perbatasan mengacu pada 1 Juli 1956,” jelasnya.

JK berharap pemerintah tidak menjadikan efisiensi atau pendekatan geografis sebagai alasan mengubah batas wilayah. Sebab, masalah ini menyangkut aspek historis, hukum, dan kepercayaan daerah terhadap pusat.

“Saya yakin pemerintah bisa menyelesaikan ini dengan baik, demi kemaslahatan bersama. Tapi tidak boleh main-main, karena menyangkut perasaan dan sejarah daerah,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan